[caption id="attachment_289777" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Shanghai Diary by Elie Mulyadi Meskipun masih sama-sama Asia, tentu ada beberapa perbedaan antara kehidupan di Shanghai dengan di tanah air tercinta. Dari mulai masalah transportasi hingga bahasa. Nah setelah membahas soal persiapan atau perbekalan yang perlu dibawa untuk ke Shanghai dalam artikel sebelumnya, kali ini saya akan berbagi sedikit pengalaman memulai hidup di kota yang modern ini. 1. Kenali alat transportasi Shanghai adalah kota yang sangat nyaman dilihat dari sistem transportasinya. Dari bandara Pu Dong langsung terhubung dengan Metro (kereta api), Maglev (kereta cepat), bus, dan taksi. Jadi tinggal pilih saja ingin naik apa, langsung bisa terhubung hanya dengan mengikuti petunjuk di papan pengumuman yang tertera sangat jelas baik dalam bahasa China maupun bahasa Inggris. Di sini semua serba terkoneksi seperti halnya di bandara Changi Singapore. Nggak seperti di Indonesia, dari bandara ingin naik bus aja bingung ke mana nyarinya. Naik kereta (Metro) adalah pilihan termurah. Tinggal minta petanya di bagian Tourist Information di bandara (peta bisa diperoleh gratis), kita pun bisa melihat berbagai pilihan rute. Oya untuk ongkos Metro tidak mahal kok. Contohnya dari bandara Pu Dong menuju Longyang Road (sekitar 45 menit perjalanan) tarifnya hanya 6 RMB (sekitar Rp 12 ribu). Cara bayarnya bisa dengan membeli kartu yang bisa diisi ulang, atau dengan uang tunai, yaitu melalui mesin pembayaran yang banyak tersedia di stasiun. Kalau belum ngerti caranya, tanya saja ke petugas atau ke sesama calon penumpang kereta yang sedang beli tiket juga. Untuk bus, relatif mahal dibanding dengan kota lain di China, misalnya Beijing. Kalau di Beijing, naik bus dari ujung utara ke selatan bisa cukup 2 RMB (sekitar Rp 4000). Tapi kalau di Shanghai, ongkos bus dari kampus saya di Pu Dong District menuju pusat kota harus mengeluarkan kocek 17 RMB (sekitar Rp 34.000) sekali jalan. Cuma memang bus nya nyaman, ada fasilitas wifi. Hanya saja ini memang bus satu-satunya yang menuju ke pusat kota. Taksi sangat mahal di sini. Rata-rata tarifnya 120 RMB (alias Rp 240 ribu), jauh maupun dekat kalau tidak salah. Jadi bagi yang sedang ingin berhemat, naik taksi tidak saya rekomendasikan. Untuk jarak dekat, transportasi yang umum di sini adalah sepeda. Harga sepeda baru di kampus saya tidak terlalu mahal, yaitu 330 RMB (sekitar Rp 660 ribu). Bisa juga memakai sepeda listrik, seperti motor (tak perlu dikayuh) dan tidak bising, namun tentu lebih mahal harganya. 2.  Perhatikan soal makanan China adalah negara yang dikenal di seluruh dunia dengan makanannya yang lezat. Selama 3 minggu hidup di Shanghai, saya sangat menikmati makanan di sini. Semuanya enak-enak, sesuai dengan cita rasa lidah Indonesia, karena chinese food merupakan makanan populer di Indonesia. Akan tetapi sebagai muslim, harus pintar-pintar mencari tempat makan yang halal. Saya punya daftar restoran di Shanghai yang menyediakan makanan halal, tetapi yaitu...malas mencari karena ongkos bus-nya mahal untuk ukuran saya. Jadi nantilah kalau ada waktu luang dan rezeki, mudah-mudahan bisa mencoba satu per satu restoran halal yang ada di kota ini. Untuk sementara cukup puas dengan kantin muslim yang ada di kampus, satu-satunya kantin halal tetapi makanannya lezat-lezat. Sekali makan bisa menghabiskan 5-10  RMB, tergantung menunya. Makan dengan nasi, ayam (di sini ayamnya berukuran besar) dan sayur cukup 7 RMB (sekitar Rp 14.000). Itu sudah gratis semangkuk sup setiapkali makan. Kalau sedang ingin berhemat, saya cukup pesan nasi, tofu dan sayur, hanya 4,5 RMB (sekitar Rp 9000). Untuk makan di restoran di pusat kota, saya pernah beramai-ramai bersama teman-teman mengunjungi Pizza Buffet di kawasan Nanjing Road. Ini merupakan jalan yang sangat terkenal untuk shopping, mungkin semacamOrchard Road-nya Singapore. Di sini hanya dengan 50 RMB (sekitar Rp 100 ribu) sudah bisa makan sepuasnya. Untuk makan malam tarifnya lebih mahal, 60 RMB. Tetapi harus hati-hati juga karena tersedia makanan berbahan pork. Kalau saya, selalu pilih salad, ayam atau ikan. Banyak bertanya kepada petugas restorannya tentang makanan yang berbahan non pork, mereka mengerti bahasa Inggris kok. Oya untuk resto fast food semacam KFC harus berhati-hati juga karena menyediakan pork, tidak seperti KFC di Indonesia. Sebiji es krim cone ukuran kecil di KFC harganya 4 RMB (sekitar Rp 8000). Oya untuk air minum, di tempat-tempat umum di Shanghai, misalnya bandara, disediakan air minum gratis, dengan pilihan panas-dingin, bahkan ada gelasnya segala. Tetapi kalau mau beli air isi ulang, satu galonnya seharga 11 RMB (sekitar Rp 22 ribu), lebih mahal dari air isi ulang di Indonesia yang cukup Rp 5000. Hehehe... 3. Tempat ibadah Di bandara Pu Dong, meskipun sangat megah dan bersih, ternyata saya tidak menemukan mushala atau praying room. Jadi kalau mau sholat, saya naik ke lantai 4, di sana di ujung kanan yang terdapat banyak kafe, ada sebuah ruangan kosong terbuka yang dihampari karpet warna abu-abu. Nyaman sekali untuk tiduran atau sholat. Tinggal dihampari sajadah aja (kalau tidak bawa sajadah bisa pakai jaket atau pashmina, atau apalah yang penting bersih). Mesjid. Nah, di Shanghai tentu ada beberapa mesjid. Tetapi di kampus saya tidak ada mesjid, dan mahasiswa muslim di sini pun rata-rata tidak tahu di mana letak mesjid terdekat. Jadi kalau sholat cukup di asrama saja. Jadwal sholat di sini nggak terlalu jauh beda dengan di Indonesia. Subuh pukul 4.30 (waktu setempat), duhur pukul 12.10, ashar pukul 16.20, maghrib pukul 18.00, Isya pukul 20.00. (Jadwal ini saya dapat dari seorang penduduk china muslim). 4. Mau nginap di mana? Sebagai mahasiswa, saya cukup beruntung karena tidak perlu pusing soal penginapan. Pemerintah China yang memberikan beasiswa sudah menyediakan asrama untuk semua mahasiswa internasional maupun lokal. Asrama di sini sangat nyaman, fasilitasnya super lengkap termasuk internet, pancuran air panas, AC, termasuk seprai yang diganti secara berkala 2 minggu sekali. Waah, nyaman banget deh. Ada 11 lantai di setiap gedung asrama dengan fasilitas lift. Akan tetapi lain lagi kalau mau menginap di hotel. Di kampus saya, Shanghai Maritime University, fasilitasnya sangat lengkap termasuk ada gym dan hotel. Tarif hotel yang terendah di sini adalah 200 RMB (asekitar Rp 400 ribu) per malam. Dilengkapi bedroom yang cukup untuk berdua, serta fasilitas lain yang cukup nyaman, sekelas hotel bintang 3 lah kalau di Indonesia. Nah kalau di luar kampus, tentu tarifnya berbeda dan lebih mahal. Ada juga sih tarif yang lebih murah sekitar 150 RMB, tetapi biasanya diperuntukkan bagi tamu lokal, alias tidak menerima tamu orang asing. 5. Membuka rekening bank Nah ini merupakan kewajiban kalau ingin hidup di Shanghai, baik untuk waktu yang lama maupun hanya beberapa bulan saja. Bank-bank di sini agak berbeda dengan di Indonesia. Ada Bank of China, tetapi yang umum di kampus saya adalah ICBC. Kalau sudah punya rekening Bank of China di Indonesia, kita tetap harus membuat rekening lagi di Shanghai. Kenapa? Karena kalau menggunakan rekening di Indonesia, maka penarikan ATM di Shanghai kena biaya. Kalau tidak salah 20 RMB sekali narik uang, dan ada jumlah maksimal sekali penarikan (silakan ditanya langsung ke petugas untuk memastikan.)  Bila membuat rekening di Shanghai tentu penarikan ATM akan bebas biaya. Saran saya, karena biasanya formulir pembukaan rekening menggunakan huruf China, mintalah bantuan teman atau penduduk lokal yang anda kenal untuk mengisi formulir. Saya sendiri tidak kesulitan dalam hal ini, karena sebagai mahasiswa internasional kami disediakan voluntir, yaitu mahasiswa lokal yang siap membantu dalam hal apapun menyangkut 'settle in'. 6. Kenali Cuaca Cuaca Shanghai berbeda dengan di Indonesia. Di sini ada 4 musim, yaitu musim panas (Juni-September), musim gugur (Oktober-November), musim dingin (Desember-Februari), dan musim semi (Maret-Mei). Di musim dingin suhu bisa mencapai 0 derajat, dan di musim panas bisa mencapai 40 derajat. Di musim panas harus bawa payung kemana-mana, dan di musim dingin tentu harus pakai jaket dan kaus kaki tebal. 7.  Ponsel dan Sosial Media Meskipun sudah pindah ke Shanghai, tentu kita ingin tetap terhubung dengan teman-teman di Indonesia. Baik lewat BBM, maupun sosmed seperti Facebook dan Twitter. Nah untuk Blackberry memang agak susah menemukan sinyal di Shanghai. Akan tetapi teman saya pernah mencoba membeli kartu China Unicom dan paket Blackberry nya bisa diaktifkan (akan saya share kalau sudah sempat membeli kartu ini, karena sekarang masih memakai kartu China Mobile yang tidak bisa mengaktifkan BBM.) Oya pilihan lain selain BBM adalah Whatsapp dan Wechat. Kartu China Mobile bisa digunakan untuk Whatsapp dan Wechat, selama ada wifi. Alhamdulillah di kampus saya, baik di asrama, perpus, kantin, bus, dll, semuanya ada wifi, jadi Whatsapp lancar. Hanya saja di bandara Pu Dong saya belum menemukan sinyak wifi sehingga Whatsapp tidak terkoneksi. Untuk yang senang dengan sosmed, jangan khawatir. Di China terutama Shanghai kita bisa tetap menggunakan Facebook, Twitter dan Wordpress. Caranya gampang, yaitu mendownlod dulu program Web Freer. Kalau hendak membuka akun Facebook, Twitter, atau Wordpress, gunakan Web Freer, bukan Mozilla Firefox. Cara donlodnya adalah dengan membuka link ini: http://www.fileratings.com/download/Web_Freer Gampang kan? 8. Mau jalan-jalan kemana saja? Naaah, ini yang paling menarik. Di Shanghai banyak terdapat tempat wisata yang menarik dikunjungi. Dan oh ya, kotanya sendiri sudah sangat menarik karena bersih dan modern. Di mana-mana terdapat jalanan yang besar dan bersih tanpa sampah sebijipun. Terutama di kampus saya, Shanghai Maritime University, yang ditata sangat indah, bersih dan rapi, dengan gedung-gedung kampus dan perpustakaan di antara hamparan danau yang cantik, ditambah lokasi yang berdekatan dengan laut...hmmm, saya sendiri tak perlu jauh-jauh cari tempat mencuci mata karena kampus saya sendiri sudah merupakan keindahan yang memesona. Alhamdulillah. Soal tempat-tempat menarik di Shanghai, akan saya uraikan di tulisan Shanghai Diary selanjutnya. Keep reading yaaa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H