Semenjak Corona Virus Disease 2019 (covid-19) telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemic, mengharuskan kita untuk mengubah metode yang digunakan secara tatap muka menjadi metode online untuk mengurangi kontak antar manusia (social distancing). Bukan hanya para pekerja kantoran yang harus Work From Home (WFH), ataupun para pebisnis yang mulai mengganti metodenya menjadi online shopping, namun juga pendidikan yang mengharuskan untuk Study From Home (SFH) dengan segala ketidakefektifan namun harus dilakukan demi kepentingan kesehatan bersama.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pernah berkata pada webinar 'Sistem Pendidikan di tengah pandemi Covid-19' yang diselenggarakan oleh DPD Taruna Merah Putih Jawa Tengah (30/8/2020) bahwa terdapat resiko yang akan di alami oleh pembelajaran jarak jauh yang tidak hanya di alami satu atau dua siswa namun satu generasi, resiko terbesarnya adalah anak-anak bakal keteteran belajar. Dalam hal ini, beberapa materi pembelajaran mungkin akan kehilangan esensi bagi siswa, ilmu yang disampaikan guru belum tentu terjamin siswa akan memahaminya juga. Nadiem Makarim juga mengatakan bahwa banyaknya keluhan pada Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang tidak hanya dari guru namun juga orang tua, karena pada PJJ ini peran orang tua menjadi penting sebagai seseorang yang mendampingi anaknya ketika belajar. Bahkan tidak jarang orang tua yang mengatakan bahwa saat PJJ 'bukan anak yang belajar tapi malah orang tua yang belajar'.
Dengan lamanya PJJ ini sudah berlangsung, memungkinkan minat siswa menjadi berkurang karena lingkungan belajar yang ia tahu kini hanya sebatas di rumah saja tidak ada usaha untuk ke sekolah yang memungkinkan anak kehilangan minat dan semangat untuk belajar. Namun, dalam kondisi seperti ini, menjadi sebuah tuntutan bagi para guru untuk think creative, mencari solusi bagaimana menarik minat siswa untuk kembali semangat belajar lagi dengan apapun kondisinya. Disamping kita menambah pengetahuan dan pembelajaran, guru juga memiliki kewajiban untuk membentuk karakter siswa. Lalu pertanyaannya, 'bagaimana cara agar setiap pembelajaran memiliki nilai pembentukan karakter untuk siswa ?' dengan guru selalu mengaitkan setiap materi dengan kehidupan sehari-hari, anak akan lebih mudah memahami ketika hal tersebut pernah ia lakukan atau sering ia lakukan dalam kehidupannya, sehingga ilmu tersebut akan terbekas dalam ingatannya.
Namun, kemampuan anak dalam menerima pembelajaran pastinya berbeda-beda. Ada yang satu atau dua kali langsung mengerti, ada yang berkali-kali baru mengerti, atau ada yang harus di tempat yang sepi agar bisa focus dan lainnya. Terlepas itu semua yang terpenting adalah minat anak dalam belajar, kemauan anak dalam memahami materi. Anak-anak pada jenjang SMP biasanya memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, guru dapat mengemas materi dengan sesuatu yang dapat membuat anak menjadi penasaran misalnya pada pelajaran IPA di kelas 7 materi perubahan benda dapat menggunakan video yang variatif berkaitan dengan perubahan benda tersebut sehingga anak akan mudah membayangkannya. Dalam hal ini penggunaan media juga harus diperhatikan untuk meningkatkan minat siswa. Selain itu, sesekali guru juga dapat memberikan sebuah video animasi untuk meningkatkan motivasi anak dalam belajar sehingga membuat anak memiliki keinginan untuk memperbaiki diri, hal ini dapat menjadi media guru dalam pengembangan karakter anak. Pastinya peran orang tua penting dalam PJJ ini apapun dan bagaimanapun media pembelajaran yang digunakan baik pengetahuan ataupun pembentukan karakter, sehingga kerja sama antara guru dan orang tua anak harus terjalin baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H