Mohon tunggu...
Elice Vienna
Elice Vienna Mohon Tunggu... -

There must be something I can say, no matter how insignificant I feel about it. There must be something I can do to articulate my mind clearly, no matter how scruffy it begins at the first place.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ternyata Tidak Semua Negara Eropa Mengizinkan Homeschooling

8 Oktober 2010   01:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Homeschooling atau "Sekolah Rumah" semakin menjadi trend di Indonesia sejak tahun 2007. Berangkat dari banyaknya ketidakpuasan orangtua atas kualitas sistem pendidikan di Indonesia yang kurikulum pelajarannya sangat padat dan sangat memberatkan anak didik, homeschooling pun dilirik sebagai salah satu alternatif pendidikan yang lebih pas untuk mengembangkan potensi anak. Tentu saja faktor terpenting dalam pendidikan rumah ini adalah keterlibatan yang sangat aktif dari orangtua sebagai tutor atau pembimbing langsung bagi anak-anaknya. Metode homeschooling di Indonesia sudah mendapat legalitas dari pemerintah melalui UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 yang mengkategorikan homeschooling sebagai pendidikan nonformal. Sesuai dengan sifat dasar homeschooling yang mengkustomisasi pembelajaran sesuai kebutuhan si anak didik dan nilai-nilai keluarga, tidak ada standarisasi model homeschooling dari pemerintah. Karena dianggap pendidikan nonformal, peserta homeschooling yang ingin mendapatkan ijazah formal seperti teman-temannya di  sekolah reguler harus melalui ujian kesetaraan yaitu ujian paket A (setara SD), paket B (setara SMP), atau paket C (setara SMU). UU Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia menjamin bahwa ijazah tersebut diakui dan dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Kalau diperhatikan, sistem homeschooling di Indonesia banyak terinspirasi dari praktek homeschooling di Amerika Serikat yang mulai marak pada tahun 1960-an. Sama seperti di Indonesia, banyak pendidik dan orangtua yang pada masa itu mulai mempertanyakan efektivitas pendidikan sekolah reguler. Apalagi setelah John Holt  menerbitkan majalah "Growing Without Schooling" pada tahun 1977, gerakan homeschooling semakin dilirik sebagai alternatif pendidikan oleh orangtua yang tidak puas atas sistem pendidikan sekolah, khawatir akan lingkungan pergaulan yang buruk di sekolah, atau keberatan atas isi pengajaran di sekolah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keluarga. Saat ini di semua negara bagian Amerika Serikat, homeschooling telah menjadi pilihan pendidikan yang legal. Namun ternyata legalitas homeschooling ini tidak berlaku di beberapa negara Eropa. Fakta yang buat saya  cukup mencengangkan, karena beberapa negara Eropa yang tidak mengakui homeschooling adalah negara Eropa maju yang penduduknya relatif berpendidikan tinggi. Negara mana saja itu? Spanyol, Belanda, dan Jerman! Di tiga negara ini, pemerintahnya dengan jelas mewajibkan anak-anak bersekolah formal dan tidak diizinkan menerapkan metode homeschooling. Perkecualian diberikan hanya dalam kondisi khusus misalnya anak mengalami sakit parah, itupun dalam bentuk guru yang dikirim mengajar di rumah. Negara Eropa lain yang juga tidak mengakui legalitas homeschooling adalah Kroatia dan Yunani. Sementara di Swedia, orangtua harus melalui proses perizinan yang sangat ketat dan sulit sebelum diperbolehkan menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya. Di Prancis, homeschooling dianggap legal namun pemerintah Prancis secara periodik melakukan monitoring bagi keluarga-keluarga homeschooling.

Ada kabar lebih mengejutkan terkait masalah homeschooling di Eropa ini. Pada tahun 2008, satu keluarga dari Jerman memutuskan untuk pindah dan meminta suaka (asylum) dari Amerika Serikat karena mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan homeschooling. Uwe Romeike dan istrinya semakin terdorong untuk keluar dari Jerman karena sikap keras pemerintah Jerman yang mengatur bahwa orangtua dapat kehilangan hak asuh atas anak-anak mereka apabila orangtua ybs terus menerapkan homeschooling. Dan hal ini benar-benar terjadi dimana pada tahun 2007, polisi datang ke rumah mereka dan mengawal ketiga anak-anak mereka dalam keadaan terpaksa untuk pergi ke sekolah formal. Keluarga Romeike ini memohon suaka politik dari AS dengan dasar penganiayaan karena keyakinan beragama mereka (prosecution for their religious belief) dalam bentuk larangan homeschooling bagi anak-anak mereka. Apa hubungannya ya homeschooling dengan keyakinan religi? Ternyata Romeike menilai isi pengajaran di sekolah Jerman tidak sesuai dengan nilai-nilai kepercayaan Kristiani yang mereka anut, sehingga mereka memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka di rumah daripada di sekolah. Lho, bukannya di Jerman banyak orang Kristiani? Menurut Romeike, kurikulum di sekolah memakai buku-buku teks yang memaksakan topik-topik yang tidak pantas (inappropriate) bagi anak-anak muda dan menampilkan karakter-karakter yang suka berkata kotor dan tidak hormat (profanity and disrespect) dalam ilustrasi ceritanya. Karena sekolah formal wajib hukumnya di Jerman, maka bila mereka tetap tinggal atau kembali ke Jerman, mereka takut akan tetap mengalami bentuk 'penganiayaan' tersebut. Atas dasar ini, pihak imigrasi Amerika pun mengabulkan suaka bagi mereka pada tanggal 26 Januari 2010. Hal ini menimbulkan kecemasan sebagian kalangan akan berdampak buruk bagi hubungan AS - Jerman dan berpotensi meningkatnya permintaan suaka terkait homeschooling. Saat ini keluarga Romeike telah tinggal di Morristown, di negara bagian Tennessee. Berita mengenai suaka keluarga Romeike dari Jerman ke AS diambil dari majalah Time edisi 8 Maret 2010. Foto keluarga Romeike di atas diambil dari http://www.eutimes.net.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun