Jambore Pramuka Dunia (World Scout Jamboree), merupakan sebuah perkemahan pramuka yang diadakan setiap empat tahun sekali, bukan hanya menjadi festival edukatif bagi kaum muda dan sukarelawan, tetapi juga menjadi platform untuk membangun persahabatan dan meningkatkan keterampilan hidup. Acara luar ruangan ini, salah satu yang terbesar untuk anak muda di seluruh dunia, merayakan terbentuknya gerakan kepanduan dunia yang diilhami oleh gagasan Bapak Robert Baden-Powell, perintis Pramuka Dunia. Ide tersebut mendorong penyelenggaraan Jambore Dunia tiap empat tahun di berbagai negara secara bergiliran, menciptakan kesempatan untuk berkumpul dan saling berbagi pengalaman antara pramuka dari seluruh dunia.
Pada 1-12 Agustus 2023, Jambore Pramuka Dunia ke-25 diadakan di Saemangeum, Jeolla Utara, Korea Selatan, diikuti oleh sekitar 43.000 Pramuka/Pandu dari sekitar 160 negara dan teritori. Jambore Dunia 2023, menjadi perayaan ke-25. Korea Selatan, menjadi tuan rumah untuk kedua kalinya setelah sebelumnya pada 1991 menjadi tuan rumah Jambore Dunia ke-17.
Perayaan ini juga sejalan dengan perayaan 100 tahun Asosiasi Pramuka Korea, dan tema "Draw Your Dream" dari Jambore Pramuka Dunia 2023 memberikan dorongan bagi anak muda untuk mengembangkan ide-ide yang dapat membantu mewujudkan impian mereka dalam lingkungan yang aman dan berkelanjutan. Harapannya, Jambore Dunia dapat menjadi festival dan perayaan di mana anggota gerakan pramuka dari seluruh dunia dapat menumbuhkan mimpi mereka melalui partisipasi dalam acara ini.
Beberapa program yang diadakan meliputi Kepanduan untuk Kehidupan (Scounting for life), Cerdas & Ilmiah (Smart&Scientific), Aman & Terjamin (Safe&Secured), Keberlanjutan (Sustainability), dan ACT (Adventure, Culture, Traditional). Kegiatan pramuka tidak hanya mendorong peserta untuk mencintai alam, tetapi juga memahami beragam budaya dari berbagai negara di dunia.
Melalui Jambore Dunia, anggota gerakan pramuka dapat berinteraksi dengan teman-teman dari berbagai negara, menciptakan pertemuan yang mempererat persahabatan dan kekeluargaan. Mereka bersama-sama berbagi pengetahuan dan manfaat dalam suasana yang bermanfaat.
Namun, gelombang panas ekstrem di Korea Selatan menyebabkan ratusan peserta harus dilarikan ke rumah sakit. Selain itu, topan Khanun yang diantisipasi akan melewati lokasi jambore pada 9-10 Agustus 2023 menjadi ancaman serius.
Pemerintah Korea Selatan segera mengambil langkah untuk mengatasi situasi ini dengan mengevakuasi seluruh peserta dari lokasi perkemahan ke berbagai kota. Sebagai hasilnya, Jambore Pramuka Dunia ke-25 di Saemangeum harus diakhiri lebih awal, dan beberapa kegiatan  yang telah dijadwalkan digantikan dengan pengenalan budaya Negeri Ginseng.
Selain masalah cuaca, fasilitas di lokasi terbukti kurang memadai, dengan kamar mandi yang terlihat kotor dan banyak sampah. Bau menyengat juga mengganggu para peserta Jambore. Banyak peserta mengeluhkan kondisi becek tanah tempat mendirikan tenda, mengingat kawasan Saemangeum awalnya adalah kawasan pertanian yang dipengaruhi oleh hujan deras yang mengguyur Korea Selatan.
Sejumlah 39.000 peserta dari 155 negara yang masih berada di Korea Selatan saat itu memanfaatkan sisa waktu mereka untuk berwisata dan mengunjungi sejumlah tempat menarik. Pemerintah Korea Selatan mengorganisir program pembelajaran budaya dan pertunjukan seni lokal bagi para peserta. Saat berpartisipasi dalam kegiatan pengganti tersebut, peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok yang mewakili kontingen dari berbagai negara.
Selain Asosiasi Pramuka Korea, penyelenggaraan acara ini melibatkan pemerintah provinsi, badan legislatif Korea Selatan, serta lembaga pemerintah lain, termasuk kementerian kesetaraan gender dan keluarga, kementerian pariwisata, dan kementerian dalam negeri.
Meskipun begitu, otoritas Korea Selatan dihadapkan pada tuduhan kelalaian setelah menyiapkan acara ini selama enam tahun. Jambore ini, yang tergolong sebagai acara berskala besar, memilih Korea Selatan sebagai tuan rumah pada tahun 2017. Pemerintah Korea Selatan berharap jambore internasional pertama pasca-pandemi ini dapat membawa investasi dan pendapatan, menjadikannya salah satu ajang internasional terbesar di Korea Selatan sejak penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018. Namun, serangkaian masalah tersebut malah membuat media Korea menyebutnya sebagai "aib nasional".