Hari ini, Rabu (16/3/2022), saya pergi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan guna menghadiri sidang  perkara perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Tiba di PN, sebagaimana pedoman teknis administrasi dan peradilan perdata umum, saya wajib melapor terlebih dahulu di meja kedua/loket kedua. Setelah melapor, saya tentu menunggu panggilan sidang. Biasanya, kalau para pihak (Penggugat/Tergugat/Turut Tergugat) telah hadir lengkap maka prioritas diberikan kepada mereka. Sebaliknya, kalau para pihak belum semuanya hadir maka kemungkinan akan dipanggil setelah jam makan siang sampai sore.Â
   Sesuai tata urutan persidangan, agenda hari ini adalah pembacaan gugatan.  Secara ringkas, gugatan merupakan suatu surat tuntutan hak (dalam permasalahan perdata) yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lainnya sebagai tergugat.
   Agenda sidang ini merupakan tahapan lebih lanjut setelah tahapan sidang sebelumnya yakni mediasi gagal.  Semua perkara perdata yang masuk di pengadilan wajib menempuh proses mediasi sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkara. Dasar hukum mediasi di pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1 Tahun 2008. Mediasi itu sendiri merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh mediator.Â
   Pada persidangan sore tadi,  hakim pertama-tama membuka dan menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum, lalu memanggil para pihak. Setelah itu, hakim menyampaikan bahwa agenda persidangan hari ini adalah pembacaan gugatan. Hakim menanyakan atau menawarkan sebagaimana biasanya " Apakah gugatan dibacakan atau dianggap dibacakan?  saya selaku kuasa Penggugat menjawab dianggap dibacakan. Hakim menyatakannya dalam sidang dan menentukan jadwal sidang selanjutnya, kemudian sidang ditutup.Â
   Demikianlah cerita singkat tentang proses beracara di pengadilan. Sebagai informasi, tata urutan persidangan selanjutnya adalah Jawaban dari Tergugat (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil), kemudian replik (jawaban Penggugat), lalu duplik (jawaban kedua Tergugat). Sebelum pembuktian,ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut); lalu sidang pembuktian. Pembuktian dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi; dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi; apabila menyangkut tanah dilakukan pemeriksaan setempat. Setelah tahapan pembutian, masing-masing pihak membuat dan mengajukan kesimpulan.  Peran dari para pihak berhenti di tahap kesimpulan. selanjutnya, Majelis Hakim bermusyawarah (bersifat rahasia); dan, terakhir, pembacaan putusan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H