Jumat (10/8/2018), satu hari setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pasangannya Prof. Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada pilpres 2019, saya memosting gambar Jokowi dan Kyai Ma'ruf dengan caption:
"Selamat pagi. Semoga "keterkejutan" sebagian dari kita sudah berakhir. Mari kita lanjutkan narasi #JokowiMembangunIndonesia dengan mendukung kepemimpinan #JokowiMa,aruf untuk Indonesia raya yang hebat."
Cuitan ini mendapat respon luas dari teman-teman. Dari sejumlah tanggapan netizen, saya tertarik dengan salah satu komentar:"Aku dukung dengan doa."
Dukung dengan Doa
Tanggapan tersebut menyentuh saya. Sebagaimana kita ikuti dari pemberitaan atau media sosial, rimba raya politik Indonesia akhir-akhir ini penuh dengan umbaran ujaran kebencian, kabar bohong, dan kampanye negatif. Politisi dan para pendukung dengan entengnya mengeluarkan pernaytaan penuh sarkasme, sinisme, dan skeptisisme.
Caci maki, umpatan, dan sebutan yang merendahkan derajat kemanusiaan satu sama lain, seperti: cebong, kampret, waras, dan tidak waras diobral tanpa rasa malu. Sehingga, Â Munculnya pernyataan netizen tadi laksana oase di tengah krisis kosakata politik yang elegan dan kegersangan politik Indonesia hari-hari ini.
Dukung dengan doa menghubungkan saya pada salah satu pesan penting yang pernah disampaikan Paus Fransiskus (Kepala Negara Vatikan/Pemimpin Tertinggi Umat Katolik se-dunia).
Melalui artikel yang dimuat koran L'Osservatore Romano (edisi mingguan, nomor 39, 25 September 2013), saya teringat sebagian isi khotbah Paus yang menekankan agar seorang warga Kristen yang baik perlu berpartisipasi secara aktif dalam politik dan berdoa supaya politisi dapat mencintai rakyatnya dan melayani rakyatnya dengan penuh kerendahan hati.
Paus menekankan agar umat Katolik tidak boleh acuh tak acuh terhadap politik, tetapi harus memberikan nasehat serta doa-doa mereka agar para pemimpin mereka dapat memberikan yang terbaik dengan rendah hati dan cinta. Berpolitik, sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja, merupakan salah satu bentuk tertinggi dari cinta kasih, karena ia melayani kepentingan umum.
Ajakan dan ajaran tentang perlunya berpartisipasi dalam politik dan berdoa bagi pemimpin pasti ada dalam setiap komunitas agama. Kitab Suci Al-Quran (Islam), Weda (Hindu), Tripitaka (Budha), dan Kong Hu Cu tentu memuat petunjuk-petunjuk penting terkait bagaimana kita memperlakukan pemimpin, bagaimana kita berpartisipasi dalam politik. Salah satunya yang terpenting tentu dengan mendoakan.
Mari Kita Doakan Pilpres 2019