Mohon tunggu...
Eli Antoro
Eli Antoro Mohon Tunggu... Web Programmer -

bukan obelix

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penjual Kopi, Guru dan Murid

21 September 2013   09:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:36 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari senin (16/9) malam, saya dibuat terkejut dengan cerita dari istri saya. Istri saya baru saja kembali dari kamar anak kami. Anak kami menceritakan kegiatannya disekolah tadi siang. Salah satu ceritanya, yang diceritakan ulang kepada saya oleh istri saya, benar-benar membuat saya terkejut.

Dia bercerita, guru yang mengajarkan PKN disekolahnya berkata : "Kalian itu lebih baik nonton berita daripada nonton sinetron yang tidak jelas". Sampai sini saya setuju. "Kalian tau nggak, sekarang ini sedang heboh-hebohnya pemberitaan tentang penyekapan seorang perempuan penjual kopi di Jakarta."

"Penyekapan itu dilakukan oleh 20 orang preman. Perempuan itu disiksa oleh mereka dengan cara... [bla bla bla]...". Mohon maaf saya tidak akan menceritakan tentang penyiksaan itu secara lengkap disini.

Tapi guru tersebut menceritakan hal itu secara gamblang tanpa sensor sedikitpun. Seperti jika anda membaca berita tersebut di beberapa media online. Balsem, plastik panas dan sebagainya, diceritkan oleh sang guru didepan anak muridnya, yang apes salah satunya adalah anak saya. Anak saya berumur 11 tahun dan duduk di bangku kelas 7 ( 1 SMP).

Padahal di rumah, saya menerapkan sensor yang ketat kepada anak saya. Sinetron dengan judul apapun tidak pernah kami tonton, nonton SpongeBob pun kami lakukan bersama-sama. Ketika kami menikmati acara penyampaian berita, saya selalu pegang remote. Ketika ada berita yang tidak layak untuk anak-anak, saya segera alihkan.

Sebenarnya anak saya sudah mendepat sang guru dengan mengatakan bahwa kalo berita seperti itu, dia tidak boleh nonton. Tapi sang guru tetap kekeh dengan mengatakan : "Itu gunanya orang tua. Harus memberikan pendampingan. Harus menjelaskan kepada sang anak." Akhirnya anak saya diam saja.

Keesokkan harinya saya menghadap ke kepala sekolah. Ingin mengklarifikasi apa yang sebenarnya menjadi alasan sang guru menceritakan berita tersebut tanpa sensor. Diakhir cerita pun sang guru tidak menjelaskan pelajaran apa yang bisa dipetik dari berita tersebut.

Pihak sekolah menjanjikan untuk mengklarifikasi hal tersebut kepada sang guru. Ah...... semoga para guru bisa lebih bijak lagi.

[ Curahan Hati Seorang Ayah ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun