Mohon tunggu...
Le Haris
Le Haris Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ini profilnya Haris

Ini bionya Haris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merdeka Belajar ala Milenial

1 Januari 2022   21:27 Diperbarui: 1 Januari 2022   21:37 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar ala millenial dapat digambarkan sebagai belajar ala anak zaman sekarang. Bagaimana belajar ala millenial yang sebenarnya? Belajar dapat diartikan sebagai memahami berbagai hal baru, mengubah sudut pandang, dan memperbaiki perilaku. Perubahan-perubahan yang terjadi biasanya bersifat permanen.

Sedangkan millenial merujuk pada istilah millenials. Menurut pakar sejarah dan penulis Amerika Serikat, William Strauss dan Neil Howe, generasi millenial adalah generasi yang sangat dipengaruhi dan memengaruhi perkembangan teknologi yang ada. Kaum millenial cenderung lebih kritis terhadap keadaan lingkungannya dan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya dengan lebih mudah. Kecintaan kaum millenial terhadap teknologi dapat mendorong mereka untuk menjadi e-learner (pembelajar berbasis teknologi dan internet). Menurut Brack and Kelly (2012) yang dikutip dari actconsulting.co, kaum millenial sangat sensitif dan "melek" terkait teknologi, sehingga berpeluang untuk belajar secara e-learning.

Kaum millenial dapat belajar secara mandiri melalui media internet. Beberapa media yang sering diakses kaum millenial antara lain: search engine seperti Google, Mozilla Firefox, Yahoo, dan Bing. Informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh langsung dengan hanya mengetik kata kunci, misalnya mencari materi pembelajaran, buku elektronik, jurnal ilmiah, bahkan video praktikum. Jika dibutuhkan, dapat didownload atau disimpan dalam bentuk link.

Kemudahan mengakses informasi inilah yang mendorong millenial untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Beberapa aplikasi menyediakan konten yang sesuai, misalnya Photoshop untuk mengedit gambar, Filmora Go untuk mengedit video, dan Duolingo untuk belajar berbagai bahasa. Selain itu, kaum millenial juga dapat mengakses video tutorial melalui platform media sosial seperti YouTube, Instagram, dan Tiktok. Misalnya video tutorial bermain gitar, memasak dan olah raga. Keuntungan yang bisa diperoleh antara lain dapat menghemat biaya kursus dan waktu. Millenial hanya perlu mengaksesnya dengan menghabiskan kuota yang jauh lebih murah dari pada biaya kursus, menghemat biaya perjalanan, dan waktu. 

Selain search engine dan aplikasi, kaum millenial juga akrab dengan media sosial. Menurut McGraw Hill Dictionary, media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual. Melenial sekarang ini dapat menjadikan media sosial sebagai wadah untuk bekerja sama dengan teman sejawat ataupun berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperkaya ilmunya. Sebagai contoh, Google mengembangkan platform bernama Google Colab. Platform Google Colab digunakan oleh peneliti Artificial Intellegence (AI), data scientist, ataupun pelajar untuk bekerja sama dalam menggembangkan program terutama yang berbasis Bahasa Pemrograman Phyton. Di Google Colab mereka dapat bekerja sama ataupun sekedar belajar Bahasa Pemrograman Phyton.

Pembelajaran ala millenial yang mengandalkan media internet terbukti sangat berguna ketika dunia dilanda wabah pandemi Covid 19. Pembatasan tatap muka membuat hampir semua pembelajaran beralih menjadi dalam jaringan atau daring menggunakan platform media converence, misalnya Zoom Meeting, Google Meet, atau Skype. Walaupun masih terdapat banyak keterbatasan, penggunaan media converence menjadi sangat efektif. Masyarakat pun dipaksa masuk lebih cepat ke dalam teknologi 5.0 dan millenial menjadi sangat cepat karena penguasaan terhadap teknologi tersebut relatif lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya.

Pembelajaran juga tidak terbatas pada satu rumpun materi saja seperti yang sebelumnya, misalnya rumpun pembelajaran IPA, IPS, atau Bahasa. Bahkan, kaum millenial dapat mempelajari keahlian suatu bidang vokasi dan mendapatkan sertifikasi langsung. Millenial pun dapat belajar bersama lintas usia, daerah, bahkan negara. Hal ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya!    

Pemerintah sedang giat mengembangkan berbagai program yang mendukung gaya belajar ala millenial yaitu Merdeka Belajar Kampus Merdeka untuk Perguruan Tinggi  dan Kurikulum Prototipe 2022 untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berbasis proyek (Project based Learning). Program untuk stakeholder merdeka belajar, yaitu pemberdayaan untuk guru, seperti PembaTIK dan Guru Penggerak.

Berbagai kemudahan dan keuntungan dapat diperoleh dengan belajar ala millenial, namun para melenial juga harus waspada dengan sisi negatif sebagai dampak dari interaksi sosial melalui dunia maya di dalam internet. Pertama adalah banyaknya berita bohong atau hoaks yang dapat menyembunyikan fakta, bahkan membuat keresahan di masyarakat. Kedua masalah peretasan data yang dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Ketiga penyalahgunaan fungsi media sosial. Media sosial sering dijadikan tempat untuk menyebarkan ujaran kebencian dan menghancurkan reputasi orang lain atau yang biasa disebut sebagai cyber bullying, ataupun menjadi media penyebaran konten pornografi.

Oleh karena itu pembelajaran ala millenial harus disertai dengan pendidikan karekater. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan upaya untuk menjadi penjaga moral pembelajar agar tidak terkena dampak negatif internet, keterampilan literasi yang tinggi, dan memiliki kompetensi era Society 5.0, yaitu mampu berpikir kritis dan analitis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.

Nilai utama karakter yang menjadi fokus dari kebijakan PPK adalah religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Nilai utama tersebut berdasarkan nilai-nilai Pancasila, 3 pilar Gerakan Nasional Revolusi Revolusi Mental (GNRM), kekayaan budaya bangsa, dan kekuatan moralitas yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun