Akankah isu Sara sebagai alat dalam politik 2024 mendatang, tentu masih menjadi misteri yang tak terduga, dan bisa menjadi beban moral bagi bangsa.
Kita semu memiliki tanggung jawab besar bersama dalam keluarga, lingkungan dan negeri ini ada di tangan rakyat yang milih pemimpin harus cerdas, waras, berprikemanusiaan, patuhi hati sesuai dengan kebaikan, patuhi pikiran dengan kebenaran dan penuhi hidup dengan kasih sayang, sehingga menjauh dari isu provokasi politik identitas dan penjualan agama untuk kepentingan pribadi, partai politik dan kekuasaan politik ekonomi, tahta, dan uang hingga kecurangan sosial lihat disini https://seputarilmu.com/2021/01/radikalisme.html
Menjelang pemilu 2024 masyarakat harus memilih Pemimpin yang berani menyatakan sikap untuk menindak tegas Intoleransi, Radikalisme, Perundungan, Penolakan Terhadap Kebebasan Beribadah, Kekerasan verbal dan non-verbal sangat membekas dibenak lihat disini https://www.academia.edu/36242165/Radikalisme_Intoleransi_dan_Terorisme. Hal ini menjadi tugas dan PR bersama dalam menjaga NKRI serta kedaulatan yang mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, pemerintah terpilih nanti melanjutkan pembangunan dari Presiden Jokowi untuk memberikan pelayanan dan fasilitas yang adil, makmur, serta pemerataan pembangunan, hingga pembangunan manusia melalui pendidikan dalam memanusiakan, serta memberikan akses transportasi laut maupun darat hingga pelosok negeri kita https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/
Jadi, pemimpin mendatang bukan hanya hebat dalam menyampaikan gagasan dalam kampanye politik dan pandai mengelola kata-kata sebagai pemanis untuk menarik suara dari berbagai partai politik dan elemen masyarakat yang ada, tetapi harus memiliki jiwa dan sikap tegas dalam menuntaskan kejahatan seperti ini:
1. Radikalisme, terorisme, yang terafiliasi dengan jaringan luar harus ditiadakan.
2. Intoleransi adalah sikap tidak menghargai sesama manusia dalam menjalankan ibadah, serta merasa paling benar hingga menyebarkan informasi sara pada masyarakat.
3. Jangan melarang Kebebasan umat lain dengan merusak dan membakar tempat ibadah.
4. Informasi palsu yang mengadu domba umat hingga merusak mental masyarakat.Â
Karena sentimen politik dan unsur kekerasan dalam politik praktis menjadi tolak ukur di pikiran masyarakat, usaha-usaha yang bernuansa Sara masih terniang-niang telinga sampai saat ini, meski pemilu serentak 2019 telah usai namun isu politik praktis dan agama sejak 2017 lalu meninggalkan memori pahit bagi seluruh masyarakat Indonesia dari dimensi politik praktis, agama, intoleransi, apalagi masyarakat Indonesia yang mudah di adu domba secara radikalisme dan nepotisme egosentris.