Mohon tunggu...
Nur Hudda Elhasani
Nur Hudda Elhasani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sekarang ini juga aktif menulis di http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/ yang berisi tentang keaneka ragaman flora dan fauna di Indonesia\r\ngooglebe13744e1ad07cac.html

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Jadikan Yogya Seperti Jakarta

23 Maret 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:21 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dari http://limeybirder.blogspot.com

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="ilustrasi dari http://limeybirder.blogspot.com"][/caption]

Dar…der…dor….bunyi senapan nyaring terdengar dan bikin gempar dunia pemberitaan nasional, hal ini terjadi karena bunyi ini berasal dari dalam Lapas yang notabene secara SOPnya merupakan tempat yang selalu diawasi dengan ketat. Walaupun soalnya pengawasan ini kadang juga masih sering dipertanyakan oleh beberapa anggota masyarakat. Beberapa contoh misalnya kita tidak habis pikir bagaimana sindikat narkoba masih bisa bebas dioperasikan dari balik jeruji, terus terbongkarnya fasilitas mewah para napi berduit, terus kasus napi Gayus yang bisa jalan-jalan sampai ke Bali dll, semua itu merupakan cermin betapa perlunya peningkatan pengawasan dari para pejabat terkait terhadap masalah tersebut. Kalau perlu pejabat terkait bisa melakukan blusukan-blusukan agar bisa melihat fakta yang seindah warna aslinya dan jangan takut dicemooh kalau memang model blusukan itu dianggap perlu dan manjur.

Lain daripada itu jika dikaitkan dengan beberapa kasus yang belum lama merebak di negeri ini, misalnya kasus tertangkapnya hakim ST yang merupakan wakil ketua Pengadilan Negeri Bandung (sumber Kompas 23 Maret 2013), terus tertangkapnya Jaksa Sis yang Jaksa yang akan dipromosikan menjadi Kajari (Sumber Viva News online), terus ada oknum Polisi Irjend Djok yang tertangkap kasus simulator dan beberapa oknum anggota DPR yang tertangkap karena kasus korupsi merupakan fenomena yang sangat merisaukan hati rakyat kecil seperti penulis ini. Gimana bisa para pemimpin bahkan beberapa oknum penegak hukum dengan seenak wudelnya sendiri mengkianati amanah dari rakyatnya.

Fenomena ini mungkin juga akibat dari system rekruitmen pemimpin yang tercium bau tidak sedap penuh aroma oli sebagai pelicin, walaupun begitu sampai saat ini belum ada satu institusipun yang secara berwibawa mengakuinya. Padahal aroma ini sudah lama tercium, dan penanganan aroma tak sedap itu saat ini disinyalir masih terkendala oleh malasnya institusi untuk mengobati boroknya sendiri.

Akibatnya setelah jadi pegawai atau pejabat yang dipikirin mencari sabetan-sabetan untuk menutup modal yang telah dikeluarkan sebelumnya, yang akhirnya berdampak rakyat jadi terabaikan. Rakyat dibiarkan pusing mengurusi susahnya mendapat Jaminan Kesehatan, Jaminan Pendidikan, Lapangan Kerja bahkan urusan dapur pun menjadi terganggu dengan kenaikan bahan-bahan pangan yang tidak terkirakan.

Hal tersebut ditambah dengan law enforcement yang masih dirasa dipenuhi keberpihakan kepada penguasa, kroni dan pemilik uang. Belum lagi pemberantasan para jagoan-jagoan dunia hitam ini seperti sulit dilakukan dan bahkan beberapa terkesan justru dipelihara keberadaanya. Kelambatan penanganan oleh para aparat penegak hukum terhadap hal-hal negative dan kelihatan nyata di depan mata sekarang ini mulai memicu bergeraknya para penegak keadilan jalanan. Walaupun sebenarnya secara hukum jelas-jelas keliru model penegakan hukum seperti ini, namun sedikit banyak rakyat seolah-olah terhibur karena keadilan ditegakkan dengan tegas walaupun dengan cara yang salah.

Coba kita renungkan kasus penyerbuan Lapas Cebongan dini hari tadi, ada apa kok sekelompok orang bersenjata bisa berinisiatif menyerbu lapas danmembunuh tersangka yang diduga membunuh anggota Kopasus. Terus kenapa ada preman (bajingan) kok sekarang ini mulai berani membunuh para aparat penegak hukum, terus bagaimana jaminan keamanan terhadap rakyat kecil kalau aparat saja sudah diremehkan oleh para bajingan tadi. Terus ada apa pula dengan keberadaan Hugo’s Café di Yogya yang belum lama berselang telah terjadi dua kali pembunuhan di tempat tersebut ?.

Dan terakhir kota Yogyakarta adalah kota kecil yang sedang berkembang menjadi kota besar yang akan seperti Jakarta atau Surabaya, oleh karena itu seharusnya penanganan kejahatan relative lebih mudah daripada kota-kota metropolitan di Indonesia. Namun memang secara nasional pun sepertinya pemerintah kewalahan berhadapan dengan preman-preman ini dan yang menonjol terlihat dimasyarakat adalah keberhasilan polisi dalam menangani kasus-kasus teroris. Dan karena saking tegas dan cepatnya penanganan teroris ini justru malah menuai protes dari beberapa kalangan masyarakat sendiri.

Perkembangan kota Yogya ini tentu saja menarik minat masyarakat baik itu investor, pekerja maupun para preman itu sendiri baik yang local maupun pendatang. Beberapa tahun terakhir ini masyarakat Yogya sudah mulai merasakan kehadiran dan persaingan para preman di kota kecil yang sedang tumbuh itu. Dan polisi pun sudah menduga akan hal ini, karenanya kota kecil ini pun sekarang sudah mempunyai kantor POLDA sendiri mengikuti dinamika perkembangan masyarakat. Akan tetapi semua itu akankah penanganan jaminan keamanan warga Yogyakarta ini akan seperti kota metropolitan Jakarta saat ini? Penulis berharap semoga saja justru lebih baik dari kota-kota besar seluruh dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun