Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Dzakarta, n hidup di tengah kaum dhua'afa. Ingin menjadi Inpirite for Dhua'fa Communities. Bercita2 mjd Bpk asuh dari anak2 cerdas yg gak mampu, menyuarakan aspirasi mereka Yuuk kita BERCINTA. cinta kelg, anak2, ortu,.... cinta remaja, n'..hmmmm dlm KLINIK CINTA milik elha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ramadhan Bulan Pemaksaan Nafsu..??

23 Agustus 2010   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:47 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alih-alih mengendalikan diri, Ramadhan sering dijadikan Ajang Pemuas NAFSU. Jika tidak segera diatasi, akan menjadi problematika bangsa yang berkepanjangan.

---oooOooo---

Sepertiga paruh Ramadhan telah berlalu. Bulan yang diliputi keagungan, keberkahan dan berujung pada pengampunan doa tinggal dua fase lagi, yaitu fase Maghfiroh dan Itkum minannar.

Pemandangan apa yang lazim terlihat selama 10 hari terakhir?

Barisan shaf yang rapih menjalankan tarawih...? ah, itu Cuma lima hari pertama saja.

Alunan tilawah Qur’an dan taddarus...? Mungkin di sebagian (kecil) masjid, musholla dan rumah kita

Taushiyah Ramadhan dan amalan lain...?? Maybe yes, maybe no...

Yang kasat mata dan terjadi hampir disetiap tempat adalah ’Perlombaan belanja’ dan ’ngabuburit’.

Pasar adalah lokasi paling istimewa untuk kompetisi belanjaan. Para peserta kompetisi berusaha menjadi pemenang, setidaknya pemenang bagi dirinya. Mereka mencari sesuatu yang mungkin tidak biasa mereka lakukan. Membeli sesuatu yang mungkin sangat jarang dibelanjakan. Bahkan mungkin juga mengkonsumsi banyak uang yang selama ini mereka kendalikan.

Ramadhan seolah menjadi ajang pelampiasan ’nafsu’ membelanjakan. Yang tidak ada, diada-adakan. Yang tidak biasa dibiasakan. yang belum pernah, mungkin akan diusahakan. Yang menarik lagi, yang tidak dibutuhkan juga dipersiapkan.

Jika tidak menyediakan kolak, es sirop, es kelapa, cincau hitam sebagai penyejuk, sedikit kurma, air teh manies dan beberapa makanan lainnya rasanya tidak ’afdhol’ nilai puasanya. Bila meja makan belum terisi penuh dengan menu berbuka dan sahur, sepertinya bukan termasuk orang-orang yang menghormati Bulan Suci Ramadhan.

[caption id="attachment_235966" align="aligncenter" width="225" caption="Melatih anak ber-Ramadhan dan peduli sesama (elha.doc)"][/caption]

Ngabuburit menjadi ajang lomba mencari sajian berbuka yang terbanyak, terlengkap dan istimewa. Dan terkadang dengan bumbu cinta dan maduh kasih para remaja.

Namun apa yang terjadi...?

Ketika azan Maghrib yang dinantikan tiba, seketika rasa haus hilang oleh sruputan teh hangat. Rasa lapar nyaris hilang karena kunyahan sebutir dua butir kurma. Nafsu membara untuk menghabiskan menu makanan mendadak lenyap saat Iqomat berkumandang menandakan Sholat Maghrib akan segera dimulai.

[caption id="attachment_235962" align="aligncenter" width="225" caption="Berbuka seadanya, lalu sholat Maghrib berjamaah (elha.doc)"][/caption]

Bahkan ketika sahur, mulut kita seolah terkunci setelah menyantap satu porsi sederhana nasi, sayur dan lauk ikan/telur/daging dan segelas air hangat/susu manies.

Lalu dikemanakan sisa hidangan berbuka dan makan sahur...??? wallahu’alam

Salah mengartikan makna Ramadhan. Keliru menterjemahkan implementasi nilai ibadah di bulan penuh keagungan ini.

Dampaknya sungguh luar biasa...?

Pola konsumtif seperti ’menggadaikan’ nilai inflasi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat periode bulan yang beringin dengan Ramadhan, nilai inflasi meningkat dan menjadi penyumbang besar beban inflasi nasional.

September 2007 nilai inflasi mencapai 0.8%, atau yang tertinggi sepanjang tahun tsb. Tahun 2008 pada bulan yang sama inflasi meningkat kembali menjadi 0.97%. Sedangkan pada bulan Agustus angkanya lebih fantastis yaitu 1.05%.

Penyebab inflasi tsb diprediksi karena meningkatnya permintaan terhadap barang kebutuhan, utamanya kebutuhan Ramadhan dan Hari Raya. Tak pelak, serbuan peserta ’kompetisi belanja’ menjadi titik sentral perputaran uang inflasi tsb. (maaf, ini masih analisa pribadi loch)

Akibat yang selalu tampak nyata dan menjadi monster nasional adalah kelangkaan barang yang disusul oleh melambungnya harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, tepung terigu, kacang, dll.

Salah siapakah....?? mari kita renungi bersama.

Faktanya memang kita menyaksikan bahwa sebagian masyarakat kita memaksakan ’nafsunya’ diluar batas kemampuannya.

Ngabuburitnya tidak salah. Belanja Ramadhan juga dibenarkan. Hanya nafsu diluar batas kemampuan yg menjadi problem

“Sesungguhnya mubazir atau perilaku berlebihan adalah saudara setan”

(Al-Isra : 28).

Note : baca juga tips hemat di bulan Ramadhan

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/mau-tahu-agar-tidak-boros-di-bulan-ramadhan-1-of-2/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/mau-tahu-agar-tidak-boros-di-bulan-ramadhan-2-of-2/

Salam ukhuwah

elha/KLINIK CINTA

08180.869.7786

www.jangankedip.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun