Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Dzakarta, n hidup di tengah kaum dhua'afa. Ingin menjadi Inpirite for Dhua'fa Communities. Bercita2 mjd Bpk asuh dari anak2 cerdas yg gak mampu, menyuarakan aspirasi mereka Yuuk kita BERCINTA. cinta kelg, anak2, ortu,.... cinta remaja, n'..hmmmm dlm KLINIK CINTA milik elha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Aku Malu...

21 Oktober 2009   07:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:34 1991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Selamat siang semua….!!” Sapa seroang anak muda yang baru datang.

Pemuda itu tak mengharapkan balasan atas sapaannya. Lalu tanpa basa-basi dia langsung berganti pakaian kerja yang siap basah, siap kotor dan siap tempur.

“Bos, yang itu di cuci juga..??” tanyanya kepada salah seorang dari mereka yang tampaknya merupakan ‘leader’, sambil menunjuk sebuah sepeda motor yang cukup dekil.

Dengan memanfaatkan ruas ruangan di sebelah Pos RW di Kel. Cempaka Putih Barat, Jakara Pusat, anak-anak muda itu begitu ceria membersihkan sekumpulan sepeda motor yang dititipkan oleh pemiliknya. Tak ketinggalan iringan musik rock (maaf bukan rok loch) yang diharapkan dapat menambah determinasi gairah kerja mereka. Sesekali mereka bercanda dengan menyiramkan atau menyibakan air pancuran selang ke tubuh temannya atau menyipratkan air yang sudah keruh ke wajah temannya yang lain.

Trenyuh, sedih, bangga dan malu bercampur menjadi satu dalam hatiku.

“Lulusan apa ya mereka..??” gumamku dalam hati

Lalu kuperhatikan anak muda yang dianggap ‘leader’ tadi. Wajahnya penuh kedamaian. Disertai dengan senyum tipis selalu menghiasi wajahnya. Dia mencatat sepeda motor yang sudah dibersihkan. Memberikan secarik voucher ‘ala/khas’ mereka yangdiiringi dengan ucapan terima kasih kepada pemilik sepeda motor yang telah selesai di dibersihkan. Setelah itu dengan santainya dia mengambil bekal makan siang yang dibawanya dari rumah.

“Makan Pak…!” ucapnya kepadaku

Aku tersenyum. Dia begitu menikmati makan siangnya yang agak telat (+ pk. 14.00 WIB), dengan seompreng nasi dan lauk ikan pindang. Tahu ompreng khan, ituloch tempat nasi yang tertutup seperti tempat bekal makanan anak TK/SD

“Enak juga tuch…” Bathinku. Wuih, aku jadi ingat kalau aku juga belum akan siang. Maklum jika hari Sabtu biasanya saya agak malas makan siang. Suatu kebiasaan yang tidak baik, dan tidak boleh ditiru, kecuali untuk mereka yang persediaan lembaran ‘barternya’ sudah sangat terbatas.

“Ini milik Karang Taruna…??” tanyaku

“Iya Pak…” jawabnya sambil terus menikmati makan siangnya yang sudah separuhnya selesai

“Semuanya anak belakang” katanya sambil mengarahkan jarinya ke pemukiman penduduk yang berada dibelakang tempat cucian motor tersebut

“Dari dulu emang saya pengen punya usaha sendiri Pak. Lalu saya hubungi disnaker atas nama karang taruna. ‘gak lama turun tuch mesin cuci/steam motor. Lalu saya minta bantuan Pak RW dan dikasih tempat ini…” jelasnya

“Emangnya tempat ini punya RW…?” tanyaku lagi

“Iya Pak. Dari dulu emang saya udah ngincer tempat ini. Khan sempet disewa ama orang buat 2 (dua) tahun, tapi cuman dipake setahun doang. Didepan tempat ini ada mobil sewaan dan martabak –yang menghalangi usahanya-. Pemilik mobil sewaan dan tukang martabak itu gak peduli dengan penyewa. (Mungkin) mereka pikir dia itu oarng laen.“

“Yang punya mobil sewaan orang dalem lagie…” kataku menimpali, untuk menambah kekraban

“Iya Pak. Tukang martabak juga orang dalem” jelasnya tanpa menghentikan aktifitas makan siangnya

“Emang dulu buat usaha apaan”

“Counter HP. Setelah selesai, langsung saya tempatin”

“Pembagian kita khan 50:50 pak. Setiap satu motor kita bagi dua, buat yang cuci dan buat usaha (beli sabun, lap, dll)

“Dan banyak dari mereka yang jadiin tempat cuci motor ini sebagai batu loncatan. Mereka yang mau ngelamar kerja tapi gak punya duit. Mau minta ama orang tua, malu, gak enak. Jadi mereka kerja jadi tukang cuci motor dulu. Uangnya buat bikin lamaran. Udah banyak pak yang keluar dari sini. Ada tiga orang”

“Emang Bapak tinggal dimana…?” tanyanya balik bertanya kepadaku

“Saya tinggal di Pramukasari..” jawabku singkat

“Disana juga banyak anak muda yang nganggur tapi gak berbuat hal yang negatif. Saya prihatin dengan mereka. Mau kasih kerjaan gak mampu. Mungkin kalo dengan usaha seperti cuci motor ini bisa dirundingkan dengan masyarakat” tambahku menjelaskan kondisi disekitar tempat tinggalku

“Bapak aktifin dulu aja karang taruna RW. Saya kenal dengan Ketua karang taruna kelurahan. Nanti Bapak minta bantuan dan dana atas nama karang taruna” katanya

Aku mencermati semua ucapannya dengan seksama, sambil terus memperhatikan bekal makan siangnya yang hampir habis. Tak terasa perutku juga mulai bernyanyi. Wah harus cari pengganjal neeh.

“Hebat euy. Mereka memang hebat” bathinku dalam hati

“Kita juga pernah kok pak diwawancara ama Tran TV” katanya lagie

Diperjalanan pulang memikirkan perbincangan singkatku dengan sang ‘leader’. Anak muda yang mungkin belum berusia 30 tahun. Seorang anak muda yang mencoba mendobrak tradisi masyarakat kita yang selalu memikirkan pekerjaan dengan melamar, menjadi PNS dan menjadi orang yang selalu setia menerima gaji setiap bulannya.

Dia sudah sejak lama berkeinginan memiliki usaha sendiri. Dan dia terus berusaha meskipun tanpa modal. Dia hubungi pengrus RW, melobi disnaker, melobi karang taruna dan meminta bantuan kelurahan. Alhasil kini dia sudah mendapatkan (sebagian dari) impiannya. Dia memiliki usaha pencucian sepeda motor (Cuci Steam) yang cukup ramai, dengan karakter unik. Memiliki 2 orang/atau lebih pekerja. Sudah bisa mempekerjakan orang lain. Membantu rekan-rekannya yang belum memiliki dana untuk melamar kerja.

Aku juga merenung. Apa yang sudah aku berikan kepada masyarakat. Kontribusi apa yang telah aku sumbangkan untuk meningkatkan kualitas SDM anak-anak muda di tempat tinggalku. Aku juga termasuk diantara masyarakat yang masih tertahan /terbelenggu oleh tradisi ‘orang gajian’. Aku bukan termasuk diantara mereka yang menjadi pendobrak.

“Ceu’ mane awak ni…” bathinku kembali

Aku kalah langkah, kalah semangat dan kalah ide dengan anak muda yang belum berusia 30 tahun. Aku juga kalah produktif dengannya. Bahkan, dengan sukarela…ciaela, kuakui pula jikalau anak muda itu lebih bermanfaat terhadap lingkungannya dibandingkan denganku. Ya…..dia jauh lebih bermanfaat. Hidupnya lebih berkah, lebih memiliki value added dan lebih dibutuhkan oleh orang-orang disekelilingnya.

Rasanya tak perlu malu aku mencontoh dan meniru apa yang telah dilakukan oleh anak muda itu. Setidaknya tipikal semangat yang dimilikinya.

Seandainya 50% dari anak-anak muda di Jakarta memiliki tipe, watak dan karaktyer seperti dia, aku berani mengatakan bahwa Kota Jakarta akan menjadi kota ter-aman di Indonesia, Kota ter- produktif dan kota Entrepreuneur.

Yuuk, kita galakkan dan kita tumbuhkan jiwa entrepreuneur kita.

Salam ukhuwah elha



pengasuh KLINIK CINTA

 

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun