Mohon tunggu...
elha bana
elha bana Mohon Tunggu... -

seorang yang tidak mudah kagum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Kasus HAM Prabowo "Sepi" di Tahun 2009?

12 Juni 2014   10:58 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:06 3013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

4. 2009 Serangannya Lebih Halus.

Seperti dibahas di nomor 1, serangan di pilpres kali ini memang terasa brutal juga karena faktor pemanfaatan socmed. Dengan sifatnya yang bisa update setiap saat, bisa dilakukan oleh siapa pun, bahkan bisa dilipatgandakan dengan mudah, serangan yang halus hingga yang brutal dan fitnah keji bisa dilontarkan. Namun, di tahun 2009, serangannya lebih halus. Yang paling saya ingat waktu itu paling hanya isu bahwa istri Budiono adalah Kristen. Itu pun banyak yang mengecam dan dianggap tidak relevan, tidak seperti sekarang di mana serangan rasis pun bisa dilontarkan seenaknya tanpa merasa bersalah sama sekali, bahkan oleh tokoh-tokoh penting.

Jangan lupa juga, waktu itu, sudah ada calon incumbent, yang dalam pemilihan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum, faktor incumbent bisa diartikan sebagai keuntungan, bahkan seolah sudah menginjakkan satu kaki lebih dulu. Jadi, kalau mau menyerang si incumbent, yang sedang memegang kekuasaan dan masih banyak pendukungnya, pihak lawan harus pikir-pikir dulu. Berbeda dengan sekarang kan?

5. Rakyat Lagi Susah.

Inilah kenyataannya. Pada 2009, kita ingat sedang terjadi apa yang dinamakan krisis ekonomi global. Di Indonesia, ini tentu juga terasa. Selain itu, bencana alam seperti Gempa Padang, juga masih banyak terjadi di Tanah Air. Terorisme dan bom juga masih marak terjadi di Indonesia. Sudah susah, Pemilu tidak memberi harapan, ngapain masih mau peduli dengan kasus HAM Prabowo? Demikian kira-kira kasarnya.

6. Pecinta Zona Nyaman.

Rakyat Indonesia itu pecinta zona nyaman. Itulah faktanya. Apa hubungannya dengan Pemilu? Pemilu tahun 2009 adalah memilih calon incumbent dan 2 calon lainnya (yang satu pernah jadi presiden, satunya pernah jadi wapres). Sementara di tahun 2014 ini, Indonesia untuk pertama kalinya harus memilih pemimpin baru, melalui Pemilu, tanpa didahului dengan kerusuhan, karena memang aturannya presiden cuma maksimal menjabat 2 periode saja. Puluhan tahun, bangsa Indonesia pasrah dan fine-fine saja punya pemimpin yang itu-itu melulu, asal tidak rusuh. Biarpun presidennya korup, kejam, dan kacau, itu lebih baik daripada rusuh. Begitulah kira-kira pemikirannya.

Tapi, tahun ini bangsa Indonesia harus memilih pemimpin baru. Dan pilihannya cuma 2 lagi! Pecinta zona nyaman itu mau tidak mau akan menghadapi perubahan karena pemimpinnya juga ganti. Makanya, pilpres tahun ini pun heboh sekali. Susah untuk tidak memerhatikan. Ditambah dengan berbagai faktor di atas, susah juga untuk tidak menyatakan penolakan atau dukungan ke salah satunya. Maka dari itu, kasus HAM Prabowo pun menjadi pembahasan yang tidak terelakkan. Dan memang harusnya begitu. Enak saja kalau hanya karena dulu tidak banyak dibahas atau bahkan andai memang tidak dibahas sama sekali pun, lalu mengira tidak perlu lagi dibuka hingga selamanya, bahkan merasa tidak bersalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun