definisikan bahagia, ucapmu kala itu. aku termenung, tuan, bagaimana caranya aku menjelaskan duniaku padamu? tuan, senyumku kini adalah hal yang aku usahakan. hasil reka dan dusta. tuan, entah apa yang kau pikirkan saat engkau menanyakannya padaku. apakah engkau satu dari seribu yang berhasil kutipu? ah, apakah dustaku kian nyata dimata dunia. bahkan pada matamu? tuan, aku telah melewati garis waktu yang kasar dan bernanah, juga berbagai teriakan dan duka. tuan, bagaimana aku bisa mendefinisikan? orang bilang, aku terlahir di rumah kaca, tuan. tapi apakah mereka tau apa yang sebenarnya, apakah mereka peduli pada luka seorang manusia? tuan, aku begitu marah. aku begitu murka saat ringan lidahmu mengucap manis kata yang menusuk itu. tuan, aku begitu nanar, duniaku sekali lagi bergemuruh antara duka dan amarah. bukan salahmu tuan, hanya saja aku makin giat dan lihai menipu.
(Tangerang, 25 Nopember 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H