Mohon tunggu...
Fritz Berkanis
Fritz Berkanis Mohon Tunggu... -

4 fresh

Selanjutnya

Tutup

Nature

Panen Melimpah Setelah Banjir - Percaya Tidak Percaya!

3 September 2013   11:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:26 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Lawalu berada dalam wilayah Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Daerah Otonomi Baru (DOB) Malaka, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Baseline survei mutakhir per Agustus 2012, Desa Lawalu dengan jumlah penduduk sebanyak 421 KK atau 1.592 jiwa penduduk adalah area rentan terhadap masalah banjir. Secara topologis, Lawalu adalah desa pantai pesisir yang datar dengan jenis tanah lumpur berpasir. [caption id="attachment_263214" align="aligncenter" width="300" caption="Kepala Desa Lawalu, Bapak Daniel Kehi, S.Pd"][/caption] Warga Desa Lawalu tersebar di 6 dusun dengan sejumlah 41 jiwa adalah penyandang disabilitas. Mama Elisabeth adalah salah satu penyandang disabilitas yang sangat aktif di Desa Lawalu. Dirinya tercatat sebagai salah satu anggota Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) Lawalu yang selalu terlibat dalam setiap kegiatan pertemuan di tingkat desa. Dalam kehidupan sosial bermasyarakat pun ia dihargai dan diterima oleh masyarakat setempat sebagai warga masyarakat yang punya hak partisipasi. [caption id="attachment_263215" align="aligncenter" width="300" caption="Mama Elisabeth adalah salah satu penyandang disabilitas di Desa Lawalu. Dia tinggal bersama putranya yang juga penyandang disabilitas."]

13781808581199910496
13781808581199910496
[/caption] Desa Lawalu tidak pernah luput dari bencana banjir setiap tahunnya. Mama Elisabeth adalah warga penyandang disabilitas yang selalu mendapat bantuandalamtindakan penyelamatan saat bencana banjir. [caption id="attachment_263216" align="aligncenter" width="300" caption="Inilah kondisi di Desa Lawalu, ketika dilanda bencana banjir"]
13781810131421346028
13781810131421346028
[/caption] Secara umum, walaupun desa Lawalu dilanda bencana banjir setiap tahun, tetapi masyarakat malah enggan untuk direlokasi ke tempat yang relatif lebih aman. Apa sebab? “Orang di sini sepertinya melihat banjir itu sebagai rahmat. Karena apa? Memang kami di sini selalu kena banjir setiap tahun, tetapi masyarakat di sini senang, karena setelah banjir mereka menanam jagung dengan harapan hasil panen berlipat ganda dari biasanya” demikian kepala desa Lawalu, bapak Daniel Kehi berargumentasi. [caption id="attachment_263218" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah panggung ini adlaah salah satu kearifan lokal masyarakat, menjadi tempat yang relatif aman ketika bencana banjir melanda desa dengan kapasitas air setinggi pinggang orang dewasa."]
137818113129597103
137818113129597103
[/caption] Pak Kades bercerita, musim hujan biasanya terjadi antara bulan Januari sampai dengan Mei. Setelah banjir, masyarakat mulai dengan masa menanam pada sekitar bulan Agustus sampai Oktober. Pertanyaan besarnya, kenapa masyarakat bisa menanam di musim panas? Inilah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat di Desa Lawalu. Selama 5 bulanbanjir, air akan tergenang dan meresap ke dalam tanah. Sekitar bulan Agustus, masyarakat mulai menanam jagung dengan kedalam an lubang tanam antara 20-30cm.

[caption id="attachment_263219" align="aligncenter" width="300" caption="Tanaman jagung yang bertumbuh subur di musim panas. Gambar ini diabadikan di siang terik pada tanggal 28 Agustus 2013. Air resapan banjir sangat berguna bagi tanaman jagung di musim panas"]

13781812951109387162
13781812951109387162
[/caption] “Memang siang hari akan terasa sangat panas. Tetapi air resapan sangat banyak di dalam tanah. Ini sangat membantu tanaman di malam hari. Akar tanaman mendapatkan banyak air dari dasar tanah, sehingga walaupun siang hari terasa sangat panas tetapi tanaman tetap bertumbuh subur. Bahkan saat panen di bulan Oktober, hasilnya sangat banyak”, sambung kepala desa.

Seperti cerita kepala desa, hasil panen jagung di bulan Oktober jauh melebihi hasil panen di musim tanam antara Januari – April. Kenyataan inilah yang membuat masyarakat Lawalu enggan untuk direlokasi. Bahasa kasarnya, bencana banjir yang membawa rejeki, tutur bapak Frans Klau, warga setempat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun