“Toloooong….tolooooong….” teriak salah seorang siswa SD GMIT Leloboko dari belakang gedung sekolah. Pagi itu tepat pada jam istirahat sekolah. Anak-anak dengan bebas bermain-main di sekitar halaman sekolah. Tiba-tiba terjadi perubahan cuaca yang sangat ekstrim. Awan menghitam dan turun hujan sangat lebat dengan tiupan angin sangat kencang.
[caption id="attachment_263906" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu siswa korban bencana yang ditemukan TSBD di samping gedung SD GMIT Leloboko"][/caption] Atas perintah petugas siaga bencana desa, anak-anak dihimpun dalam sebuah ruang kelas yang cukup aman. Tetapi dari laporan Tim PRB Desa Regu Data dan Informasi, ada 3 siswa yang belum berada di tempat aman yang telah ditetapkan.
[caption id="attachment_263907" align="aligncenter" width="300" caption="Anggota Tim Siaga Bencana Desa Leloboko, Kec. Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang"]
[caption id="attachment_263908" align="aligncenter" width="300" caption="Masyarakat dari 2 dusun menuju ke titik aman pertama yang sudah ditentukan oleh TSBD"]
[caption id="attachment_263909" align="aligncenter" width="300" caption="Anggota Tim Siaga Bencana Desa Regu Penolong menemukan seorang siswi jatuh pingsan di depan halaman sekolah"]
[caption id="attachment_263910" align="aligncenter" width="300" caption="Anak-anak sekolah berkumpul di salah satu ruang kelas sebagai area titik aman pertama yang telah ditentukan oleh TSBD"]
“Senang dengan adanya kegiatan ini karena membantu kami untuk bisa menyelamatkan diri dan orang lain di saat bencana. Terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi balita. Kelompok ini yang sering terkena penyakit muntaber dan malaria di saat kampung kami terkena bencana tanah longsor”. Demikian Mama Regina Baitanu, salah seorang kader Posyandu Desa Leloboko ketika dimintai komentar selepas kegiatan.
“Kegiatan ini mengajar kami untuk persiapkan diri lebih dini menghadapi bencana. Tapi saya lihat dari kegiatan tadi. Kalau ada bencana mengutamakan bantuan terhadap orang sakit dan cacat baru kita siap untuk mengungsi”. Kata bapak Daud Naisunis, masyarakat dari Dusun Fatuglelo, sambil melanjutkan cerita tentang dirinya terjatuh saat berlari, yang tidak menjadi bagian dari skenario simulasi.
“Sangat terkesan. Masyarakat menjadi tahu apa yang harus dibuat ketika ada tanggap darurat. Dengan simulasi PRB ini masyarakat pahami bahwa harus buat sesuatu: menyelamatkan diri dan orang lain. Namun sebagai bahan evaluasi dari kegiatan simulasi ini bahwa para pemeran masih ragu-ragu bertindak”. Demikian bapak Jeremias Manoe, SH selakuKepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kupang pada kesempatan terakhir sebagai pamungkas kegiatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H