rasial yang tertuju pada pemain jebolan La Masia, yaitu Lamine Yamal. Barcelona memborong empat gol di babak kedua setelah mendapat hasil imbang pada babak pertama. Lewandowski berhasil mencetak dua gol dengan cepat sebelum disusul gol dari Lamine Yamal dan Raphinha.
Dibalik kemenangan Barcelona pada laga El Clasico di Santiago Bernabeu pada pekan ke-11 LaLiga, Minggu (27/10/2024) dini hari WIB, terjadi seranganLamine Yamal membuat sejarah dengan menjadi pemain termuda yang berhasil membobol gawang Los Blancos pada laga El Clasico dengan usia 17 tahun 106 hari. Diario Sport mengabarkan bahwa terdapat momen memalukan di balik gol bersejarah yang terjadi pada menit ke-77 pertandingan ini. Di beberapa video yang beredar, terdapat banyak penggemar Real Madrid yang melontarkan hinaan berbau rasial kepada pemain muda tersebut. LaLiga dikabarkan akan memberi informasi terbaru mengenai situasi ini dalam beberapa hari mendatang.
Pada Minggu pagi waktu lokal, Real Madrid langsung mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah membuka sebuah investigasi untuk mencari dan mengidentifikasi para pelaku penghinaan. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh operator LaLiga: “LaLiga akan segera melaporkan penghinaan dan gestur rasial yang diterima oleh para pemain Barcelona kepada Bagian Kejahatan Kebencian dari Brigade Informasi Kepolisian Nasional, serta menginformasikan kepada Jaksa Koordinator Kejahatan Kebencian dan Diskriminasi di kantor Kejaksaan Agung”. LaLiga juga menyampaikan komitmennya untuk memberantas segala bentuk perilaku rasis dan kebencian di dalam dan di luar stadion.
Reaksi Lamine Yamal terhadap serangan rasial yang menimpa dirinya patut mendapat apresiasi. Wonderkid Barcelona ini membalas rasisme terhadapnya dengan selebrasi gol langsung didepan para penggemar Real Madrid. Corner terror, yang merujuk pada momen ketika pemain melakukan tendangan sudut dengan tujuan mengejutkan lawan dan menciptakan peluang gol, seharusnya menjadi strategi yang digunakan untuk memecah fokus tim lawan. Namun, dalam pertandingan ini, momen tersebut justru disalahgunakan oleh oknum-oknum supporter yang melontarkan hinaan rasial kepada Lamine Yamal, menggambarkan betapa rendahnya sikap mereka dalam mendukung tim. Tak membalasnya dengan amarah, Lamine Yamal malah memberikan senyuman kepada oknum-oknum tersebut.
Tindakan rasisme tak hanya terjadi pada pertandingan ini, tetapi juga pada banyak laga-laga sepak bola sebelumnya. Masalah rasisme ini bukanlah hal kecil; suportivitas tak hanya harus dijunjung oleh para pemain, tetapi juga oleh para penggemar. Mendukung tim kebanggaan tak harus dengan menghina tim lawan. Hal ini justru membuat perpecahan dan menjadikan sepakbola sebagai ajang provokasi serta menyerang individu atau kelompok tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H