saat indurasmi naik pada singgasananya
diantara temaram bilik-bilik kamar
samar-samar kudengar riuh yang tak asing lagi mengabsen indera pendengaranku
segala sumpah serapah dan makian menggema dikeheningan malam
bibirku kelu, aku tercekat kehilangan kataÂ
lagi-lagi merutuki keberanianku sekedar menuai protes
aku luruh pada lantai penuh risau
meraba-raba mencari apa saja yang dapat kurengkuh
sembari merapal doa agar tersisa sedikit kewarasan yang tertinggal di kepalaku
aku tak ingin menyambut mentari dengan keadaan tragis
bahkan sekedar mata sembab sebagai jejak-jejak badai semalam
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!