Mohon tunggu...
fiqih kurniawan
fiqih kurniawan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Syahid Jakarta / Pemikir Bebas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fundamentalisme Islam Kontemporer: Sebagai Sebuah Gerakan Politik dan Aksi Kekerasan

30 Agustus 2016   01:15 Diperbarui: 30 Agustus 2016   01:35 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terdapat dualitas yang bnyak diperbincangkan pada era kontemporer.  

Pertama, munculnya apa yg barat sebut kaum fundamentalis/radikalis Islam. Bnyak yg menilai barometer peristiwa tersebut  terjadi setelah relovusi di Iran pada tahun 1979. Poin pertama ini tendesi pembahasannya lebih mengarah pada seputar kekerasan atas nama agama, dan belakangan bnyak yg mensinyalir lahirnya gerakan Islam radikal yg dipimpin al-Qaeda sebgai alasan yg kuat peristiwa Iran trsebut.

Kedua, munculnya gerakan-gerakan Islam dengan mengusung ide atau pemikiran kembali kepada kejayaan Islam masa lalu. Barometer peristiwa tersebut terjadi ketika Mustafa Kemal Attaturk pda tahun 1924 menghapus sistem Khilafah Utsmani yg selama ini dianggep sesuai dgan sistem Islam. Di poros timur misalnya tumbuh gerakan Ikhwanul Muslimin, Jamaah Islamiyyah, dan Hizbut Tahrir. 

Keduanya menurut penulis memiliki kecenderungan masing2. jika dilihat secara konteks historis, poin kedua merupakan simbol perlawanan terhadap kekuasaan tirani pemimpin pada masanya masing-masing. sedangkan poin kedua cakupannya lebih luas. Poin pertama lahir stelah poin kedua. Poin pertma ramai dibicarkan lgi stlah tragedi bom bunuh diri di WTC Amerika th 2001. 

Kemudian  poin pertama sudah menyentuh ke ranah aksi. Sedangkan yg kedua masih dalam batas perdebatan pemikiran. Namun poin kedua juga sngat berpengaruh terhadap gerakan Islam militan/radikal selanjutnya, karena apa yg mereka konsepsikan dalam sebuah karangan kitab yg mereka hasilkan atau mereka pakai dlm Quran maupun hadis, menjadi sebuah alat legitimasi (pembenaran) atas yg mereka lakukan. Namun persamaan keduanya adalah sama-sama tidak meninggalkan teks sebagai dasar ideologi gerakan atau pun aksi-aksi kekerasan. Dengan kata lain, dari sebuah teks ke ditarik ke ranah aksi. 

Gusti Allah luih weruh..

(Ciputat 30 08.... 01.13 Dini Hari)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun