Kasus yang melibatkan Gus Miftah, seorang pendakwah yang juga merupakan utusan khusus presiden, baru-baru ini menarik perhatian publik. Dalam sebuah acara pengajian di Magelang, Gus Miftah mengolok-olok seorang pedagang es teh dengan kata-kata kasar dan merendahkan. Tindakan ini tidak hanya memicu kemarahan di kalangan masyarakat, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang etika dan sensitivitas yang seharusnya dimiliki oleh tokoh publik. Banyak pihak, termasuk Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), mengecam pernyataan Gus Miftah karena dianggap melukai perasaan pedagang kecil yang sedang berjuang membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
     Dalam dunia bisnis, reputasi adalah aset yang sangat berharga. Ketika seorang pemimpin atau tokoh publik membuat pernyataan yang merendahkan, dampaknya bisa sangat luas dan merugikan, tidak hanya bagi individu yang dihina tetapi juga bagi citra institusi atau organisasi yang diwakilinya.
     Reputasi adalah fondasi utama dalam dunia bisnis. Kepercayaan masyarakat terhadap seorang tokoh atau perusahaan sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Tindakan Gus Miftah berpotensi merusak citra baiknya sebagai figur publik dan memperburuk pandangan masyarakat terhadap inisiatif sosial dan ekonomi yang ia usung. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan, sulit untuk membangun kembali hubungan tersebut. Ini adalah pelajaran penting bagi para pebisnis di mana, "setiap kata dan tindakan memiliki konsekuensi."
     Sebagai seorang tokoh publik, Gus Miftah seharusnya menjadi contoh dalam mendukung komunitas bisnis kecil. Pedagang kaki lima sering kali menjadi tulang punggung ekonomi lokal, tetapi mereka juga rentan terhadap berbagai tantangan. Ucapan kasar dari seorang tokoh dapat menciptakan jarak antara pemimpin dan masyarakat, serta menambah beban psikologis bagi mereka yang sudah berjuang untuk bertahan hidup. Pebisnis perlu menyadari bahwa dukungan terhadap komunitas kecil bukan hanya kewajiban moral tetapi juga strategi bisnis yang cerdas.
     Dalam dunia bisnis, komunikasi etis sangat penting untuk membangun hubungan baik dengan semua pemangku kepentingan. Tindakan Gus Miftah menunjukkan kurangnya sensitivitas terhadap konteks sosial dan ekonomi pedagang kecil. Sebagai figur publik, ia seharusnya mempertimbangkan dampak dari setiap kata yang diucapkannya. Kecaman dari berbagai pihak menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan tokoh publik atau para pemimpin untuk lebih bertanggung jawab dalam berbicara.
      Bisa kita lihat bahwa sesuai menerima kritik, Gus Miftah meminta maaf kepada pedagang es teh tersebut, tetapi permintaan maaf ini tidak cukup untuk memulihkan kepercayaan publik sepenuhnya. Untuk memperbaiki citranya, ia perlu menunjukkan komitmen nyata untuk mendukung komunitas bisnis kecil ke depannya. Bagi para pebisnis, kasus ini menjadi pengingat penting tentang etika dan sensitivitas dalam komunikasi. Setiap tindakan dan ucapan memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan reputasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI