Keragaman MaknaÂ
Kata bajingan tiba-tiba menjadi trending topik di awal bulan Agustus. Ini akibat pernyataan Rocky Gerung (RG) yang menyebutkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai "bajingan tolol" dan "bajingan pengecut". Opini publikpun terkotak-kotak. Banyak kalangan menganggap bahwa diksi RG tersebut merupakan penghinaan terhadap Jokowi sebagai Presiden RI maupun sebagai pribadi oleh karena kata bajingan memiliki konotasi negatif di kalangan masyarakat umum Indonesia. Sementara itu terdapat kelompok lain yang mengatakan bahwa itu hal yang wajar dalam konteks politik demokrasi di Indonesia. Apalagi Ketika dikaitkan dengan makna leksikal historis bahwa "bajingan sesungguhnya adalah "kusir" gerobak atau pedati sapi. Artinya bahwa Jokowi sebagai Presiden dipandang "kusir" bangsa Indonesia.Â
Tidak salah pandangan terakhir di atas. Dikutip dari National Geographic, bajingan adalah profesi penting karena menjadi bagian mobilitas atau transportasi masyarakat Mataram yang meliputi Yogyakarta, dan eks-Karesidenan Surakarta. Profesi ini memegang erat kekerabatan dan kerukunan yang diwadahi oleh paguyuban penarik gerobak sapi atau para bajingan. (Diva Lufiana Putri, Kompas.com, 3 Januari 2023). Bahkan bajingan memiliki akronim yang menyebut profesi yang baik dan dekat dengan Tuhan. Desanti Arumingtyas Dyanningrat dalam Perancangan Buku Nilai Sejarah Dan Filosofi Mataram Islam Pada Gerobak Sapi menjelaskan bahwa dalam kultur budaya Jawa kusir gerobak sapi disebut 'bajingan', singkatan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran, artinya "orang baik yang dicintai Tuhan," (Kompas.Com, 3 Januari 2023).
Namun demikian makna bajingan itu sendiri mulai mengalami pergeseran dari makna profesi mulia menjadi kata makian. Hal ini terlihat dalam tulisan Multatuli dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar 1860. "Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku...". Penggalan tulisan itu mengindikasi pergeseran makna positif menjadi negatif yaitu sebagai bentuk umpatan sejak abad ke-19, (Kompas.com.idem).Â
Bajingan yang populer di Jawa pada awal 1900 hingga 1940-an, menjadi kendaraan yang langka di wilayah pelosok Yogyakarta. Masyarakat menjadikan bajingan untuk alat transportasi menuju kota untuk berdagang, sekolah, hingga bekerja. Transportasi ini selain langka, juga berjalan dengan lambat, sehingga waktu melintasnya tak tentu. Kondisi ini kerap mengakibatkan keluhan para calon penumpang. "Bajingan kok suwe tekone" (Bajingan kok lama datangnya), atau "Bajingan gaweane suwe!" (Bajingan lambat kerjanya/jalannya).Keluhan-keluhan ini menjadi indikasi pergeseran makna bajingan sebagai "terlambat, atau lamban kerjanya".Â
Pada sisi lain, kata "bajingan" di daerah lain dapat memiliki makna berbeda. Di Magelang memaknai kata bajingan sebagai jenis makanan tertentu. Di wilayah NTT pada umumnya memiliki pemahaman bahwa bajingan itu berarti "hebat" atau "berani". Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi pengertian "bajingan" sebagai penjahat, pencopet, kurang ajar atau makian (KBBI, Kemdikbud.go.id, 1 Agustus 2023).
Makna Bajingan Menurut Roky Gerung?Â
Dalam klarifikasinya RG mengatakan bahwa pilihan diksi "bajingan" sebagai terminology yang dipakai untuk menggambarkan posisi Jokowi sebagai "kusir" bangsa Indonesia. Dengan demikian maka maknanya bukanlah negatif sebagai umpatan, makian, atau identifikasi jahat, perampok, pencopet dan sebagainya. Lebih lanjut RG sendiri menegaskan bahwa posisinya dalam membuat pernyataan adalah  sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang sedang ada dalam panggung demokrasi dan politik. Oleh karena itu semestinya pernyataannya harus dimaknai sebagai kritik untuk mengingatkan dan membangun NKRI dalam perannya sebagai kritikus.Â
Selintas pandangan RG memberikan penjelasan makna bajingan yang dipakainya sebagai sebuah kewajaran dan sah-sah saja. Mungkin itu pula yang menjadi alasan Mabes Polri ataupun aparatur penegak hukum yang diberikan mandat negara untuk melindungi kewibawaan Presiden sebagai simbol negara, belum bisa mengambil sikap atau Langkah tegas terhadap laporan kelompok masyarakat yang tidak menerima pernyataan RG. Ini hanya dugaan saja. Bisa jadi aparat penegak hukum sendiri sedang mengolah persoalan ini untuk mendapatkan buksi-bukti yang akurat berdasarkan laporan dan pandangan para ahli.Â
Jikalau demikian, apa yang menjadi soal mendasar dari pernyataan RG? Sesuai pernyataan RG, bahwa ia sendiri sedang berperan sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang sedang mengkritisi kekuasaan dalam ranah politik dan demokrasi. Pernyataan ini sesungguhnya mengungkapkan makna kata bajingan menurut RG yang cenderung merupakan "pernyataan politis" dan tentunya bermakna politis pula. Disinilah terlihat kepiawaian RG menggunakan pernyataan menikam dengan menyembunyikan pisau dibalik rangkaian bunga yang indah. RG semakin mendapat panggung untuk melanjutkan serangannya dengan memanfaatkan moment klarifikasi terhadap tuntutan dan reaksi public yang membela Jokowi. RG akan terus menegaskan dirinya sebagai akademisi kritis dengan basic keilmuan filsafatinya yang tidak mudah dimentahkan berbagai argumentasinya.Â
Namun sepandai-pandainya RG berapologi bahwa posisinya adalah sebagai akademisi yang berdiri di atas kebenaran ilmiah, tetap saja terlihat bahwa pembelaan dirinya hanyalah kamuflase dari sebuah scenario politik. Manakal motivasi dan kepentingan pragmatisme politiknya muncul, maka kebenaran ilmiah normativenya sebagai seorang ilmuan tergerus oleh kemunafikan ilmiah (pseudo sains). RG dengan iklas telah mengekploitasi kebenaran ilmiah dengan kepentingan politik kelompok tertentu. Sikap dan perilakunya membuka semua tabir kepalsuan itu. Sikapnya yang cenderung "anti-Jokowi", serta perilakunya dalam pernyataan "bajingan tolol" dan "bajingan pengecut" mewakili eksistensinya sebagai seorang ilmuwan yang menggadaikan kebenaran ilmiah dengan kepentingan sempit kelompok tertentu. Sebagus apapun penjelasannya tentang makna kata bajingan, namun ketika di lengkapi dengan kata "tolol" dan "pengecut", memberikan pesan yang kuat akan makna negatif dibalik diksinya sebagai umpatan, makian, atau tuduhan jahat, perampok, pencopet dan berbagai makna negatif lainnya.
Menjadi jelaslah bahwa makna "bajingan" menurut RG sesungguhnya ekspresi motivasi politiknya dan sikap subjektifnya sebagai seorang ilmuan yang menikmati kepalsuan ilmiah serta doyan berpesta di atas bangkai-bangkai korban sikap kritisnya yang palsu. Namun pentingkah Jokowi menanggapi langsung? Biarkan nurani anak bangsa yang menanggapi dan menyikapi. Sebab sampai kapapnpun kebenaran yang hakiki tidak pernah mampu dikalahkan oleh kebenaran palsu!!!. Â
Salatiga 2 Agustus 2023
Penulis: Naftali Djoru
Penyunting: Elsa K. Filimdity
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H