Ini kenangan tentangmu, Gi. Tentang kakak kelas semasa SMU yang paling pintar sekaligus paling menyebalkan.Â
"Kamu sekarang adalah pacarku, Ra," ujarmu suatu pagi, di dalam kelas tanpa basa-basi. Disaksikan beberapa teman yang kebetulan baru datang. Kau lihat wajahku saat itu, kan, Gi? Memerah. Menahan malu. Apalagi ketika kamu tiba-tiba meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Aku nyaris menangis, karena teman-teman riuh bersuit-suit menyorakiku.
Ini masih tentangmu, Gi, cowok menyebalkan yang entah mengapa meski begitu aku tak kuasa menolak cintamu. Meski setiap hari aku harus menelan bermacam olokan dan sindiran, sebab kamu memang bintang, sebab banyak gadis-gadis berharap jadi pacarmu. Mereka cemburu dan menganggap aku telah merebut perhatianmu.
Puncaknya, Gi, ketika guru wali kelas ikut-ikutan mengolokku, maka runtuhlah pertahananku. Tiba-tiba saja aku membencimu. Teramat sangat membencimu.
Dan maafkan aku, jika kedatanganmu ke rumah pada siang itu membuatku tak mampu mengontrol emosiku.
"Gi, kita putus! Aku ogah jadi pacarmu lagi!" aku memasang wajah paling kesal. Berharap kamu terpancing oleh kata-kataku lantas kita bertengkar.Â
Tapi ternyata tidak. Kamu malah tertawa, meraih pundakku dan---mendaratkan satu ciuman di pipiku.
***
Seiring berjalannya waktu, kenangan tentangmu, Gi, mulai memudar. Sejak kamu lulus, sejak itu pula aku kehilangan jejakmu. Apalagi kamu menghilang begitu saja tanpa mengucapkan selamat tinggal.Â
Dan aku, tahu-tahu sudah menikah, menjadi istri dan seorang Ibu. Sampai kemudian takdir merenggut statusku, Gi. Aku mesti menjalani kehidupan sebagai seorang single women lagi.
Suatu pagi ponselku berdering, nyaring. Memaksaku bangun dan menanggalkan mimpi-mimpi.