Red Wine dan White Wine, bersanding manis di atas meja nomor 12. Keduanya sama-sama menarik dan menggiurkan.
Lelaki itu, yang sejak satu jam lalu duduk sendiri, menatap dalam-dalam kedua gelas di hadapannya. Perlahan ia mengulurkan tangan, menangkupkan jemarinya pada pinggang kedua gelas kaca yang ramping.
Entah mengapa, melihat dua sari anggur berbeda warna di hadapannya itu membuatnya teringat pada dua perempuan yang mengisi hidupnya.Â
Jane dan Ismi.
Lelaki itu menyipitkan kedua matanya. Menatap Red Wine, yang muncul dalam benaknya adalah sosok Jane. Perempuan cantik, seksi dan periang yang selalu menghujaninya dengan cinta. Yang senantiasa memanjakan dirinya dan membuat hidupnya begitu berwarna. Meski hingga detik ini Jane belum juga menghadirkan momongan untuknya, lelaki itu tetap tidak memungkiri, bersama Jane ia merasa hidupnya teramat bahagia.
Ya, layak bersyukur. Menikahi Jane selama tujuh tahun bagai menikmati surga yang tak pernah lekang.
Lelaki itu tersenyum. Didekatkannya gelas berisi Red Wine hingga di ujung mulutnya. Lalu direguknya isinya sedikit. Warna merah pekat, mengingatkannya pada bibir Jane yang ranum. Bibir yang sewaktu-waktu selalu siap dikecupnya.
Mata lelaki itu kemudian beralih pada gelas di tangan kirinya. Â Ditariknya perlahan gelas itu hingga berhenti tepat di depan dadanya. Ia kagum dan terpesona.Â
White Wine. Mengingatkannya pada sosok Ismi. Perempuan berhati lembut dan bermata bening. Pada diri Ismi ia menemukan kedamaian. Ia paling suka bersandar di pangkuan perempuan itu. Melepaskan segala penat dan keluh kesah. Dan Ismi adalah seorang pendengar yang baik. Di sampingnya, lelaki itu merasa menjadi pria paling beruntung di dunia.Â
Ia telah menikahi Ismi sejak dua tahun lalu. Sepengetahuan dan seizin Jane tentunya. Dan dari Ismi pula ia mendapatkan satu momongan. Bayi laki-laki yang montok dan lucu, yang kini berusia hampir satu tahun.
Lengkap sudah kebahagiannya.