Tuk, tuk, tuk, tuk. Bunyi apa itu? Sepagi ini sudah ribut mengganggu tidurku. Hujan? Bukan. Hujan akhir-akhir ini sudah jarang turun. Banyak yang mengeluh, sih. Terutama yang tinggal di kota-kota besar. Mereka suka sekali menyalahkan dan mengkambinghitamkan hujan. Terlambat ke kantor katanya gegara hujan. Jalanan macet yang disalahkan hujan. Banjir melanda, eh, memaki-maki hujan. Tentu saja hujan jadi sedih. Lalu memutuskan untuk purik tidak mau turun lagi.
Tuk, tuk, tuk, bunyi itu terdengar lagi. Terpaksa kaki turun dari pembaringan. Menuju jendela di mana suara mencurigakan itu berasal.Â
Ada sesuatu bergerak-gerak di bibir jendela.Â
"Hai, selamat pagi!"Â
"Si-apakah kamu?" daku terkejut dan mundur beberapa langkah.Â
"Buka dulu jendelanya."Â
Antara takut dan penasaran daku membuka jendela.Â
"Aku adalah cinta!" sesuatu itu berseru. Riang. Mengagetkan. Kupicingkan mata. Menatap dalam-dalam sesuatu yang bergerak-gerak itu. Oh, ternyata ia lembut, berwarna merah jambu.Â
"Sini, mendekatlah. Kita berbincang-bincang sejenak. Sebelum matahari terbangun dan merebut perhatianmu." esuatu yang mengaku cinta itu melambaikan tangan, tersenyum ramah ke arahku. Giginya yang gingsul mencuat sedikit. Manis.
"Benar kamu ini cinta?" daku masih meragu.Â
"Kamu masih trauma, ya? Gegara bertemu cinta yang kemarin itu?"