Romo Purwa baru saja berangkat ke hutan ketika laki-laki berkuda itu datang. Ia berdiri di ambang pintu dengan tatap mata yang membuatku gugup.Â
"Apa kabarmu, Dinda Dedes?"Â
"Oh, Kangmas Tunggul Ametung!"
"Boleh Kangmas masuk?"
"Kukira Kangmas paham, jika Romo tidak berada di rumah, aku tidak pantas menerima tamu."
"Ah, Dinda jangan bersikap begitu terhadap Kangmas," laki-laki itu memaksa masuk. Langkahnya berhenti tepat di hadapanku.Â
"Dinda, Kangmas merindukanmu," ujarnya tiba-tiba seraya meraih tubuhku. Seketika lututku gemetar.Â
"Kumohon Kangmas! Tindakanmu ini telah menjatuhkan wibawa Kangmas sebagai seorang akuwu," aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Tapi segala daya upayaku tak mampu mengalahkan hasratnya yang sudah menggebu. Laki-laki itu telah dirasuki setan.
Jaritku berhasil dikoyaknya.
"Biadab!!!" Lengkingan keras itu membuat Kangmas Tunggul Ametung melonggarkan pelukannya. Bergegas aku meraih jarit yang tercecer di lantai. Kubebatkan lagi pada tubuhku seraya menahan tangis.
Ayahku, Romo Purwa sudah berdiri di hadapan Kangmas Tunggul Ametung. Wajah beliau memerah padam. Giginya bergemelutuk. Di tangannya sebilah keris siap dihunuskan. Â