Duhai hati
Jika rindu masih juga belum mampu kaujinakkan
Mari kita duduk di tepi pantai barang sesaat
Menatap senja bergradasi jingga paling pekat
Siapa tahu di sisa kerlip matahari yang sekarat
Kita 'kan temukan secawan obat
Semacam penawar rindu yang ampuh lagi mujarab
Atau,
jika engkau tidak keberatan
Mari kita berbaring telentang di atas hampar luas rerumputan
Kita hitung awan-awan yang berarak di angkasa
Siapa sangka, salah satu dari mereka---awan-awan itu bersedia membisikkan satu rahasiaÂ
Bahwa, nun jauh di sana
Di sebuah negeri antah berantah
Tinggallah seorang tabib
Yang mampu menyembuhkan orang-orang yang didera sakit
Musabab rindu
Hanya dengan disembur rendaman lintah dan selembar daun waru
Aih, siapa tahu!
Setelahnya kita bisa tidur dengan lelap
Sesudahnya kita bisa makan dengan lahap
Perlahan tapi pasti melupakan rindu yang biadab
Yang lebih sering mengundang balatentara bernama air mata dan debar jantung sedemikian hebat
Duhai hati
Jika rindu yang kaurasa tak jua berhenti menjahilimu
Mari kita berlayar jauh ke tengah samudra raya
Kita coba bercakap dengan biru laut yang memesona
Oh, engkau lebih suka bercengkerama dengan camar yang berlatih terbang lagi?
Yang satu sayapnya terkulai akibat hantaman angin yang membadai?Â
Baiklah!
Barangkali darinya kita bisa belajar banyak hal; tentang kegigihan, kesabaran, ketabahan, dan keikhlasan
Juga tentang; bagaimana cara menasihati rindu yang kian hari kian bebal
***
Malang, 16 Mei 2024
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H