Kita tidak pernah lagi
Menyunting malam menjadi sajak-sajak romantis berirama magis
Memeluk gerimis menjadi pemandu rindu paling eksotis
Kita lebih suka bercengkerama dengan sunyi
Lalu menidurinya
Dan esok saat terjaga
Sepenggal mimpi kita biarkan menguar begitu saja di udara
Sudah lama kita tidak melakukannya lagi
Mengukir senja menjadi cinderamata paling indah dan memikat
Memetik rembulan menjadi lampu baca di sudut kamar bertabur pekatÂ
Kita lebih memilih menyandera sepi
Lalu mencumbuinya sedemikian rupa
Di hadapan angin yang sekuat mungkin menahan cemburu dan rasa jengahÂ
Belakangan, kita benar-benar tidak pernah lagi
Saling mengingat atau sekadar memikirkan
Kita telah menciptakan jurang yang teramat dalam, jurang bernama keputusan paling bijak
Yang kita sangkakan mampu menghapus rangkai kenang dan segala jejakÂ
Dan kita, sepertinya takkan pernah lagi
Melangkah seiring di jalanan yang dipenuhi duri
Hingga waktu berhenti berdetak dan mengaku kalah
Hingga kita terlahir kembali menjadi dua wujud yang berbeda
Aku menjelma sekuntum melati di celah bebatuan hulu sungai
Dan engkau, merupa kolibri yang sesekali meluruhkan helai-helai sayap menjadi puisi bermajas alegori
***
Malang, 26 April 2024
Lilik Fatimah Azzahra