Kelak, jika kau datang lagi ke kotaku, kota yang pernah menjadi saksi bisu pertemuan kita, kau akan melihat begitu banyak perubahan
Jalan-jalan yang lurus kini telah dibelokkan, ketenangan seolah terpenjara, kebisingan dan udara pengap meliar membabi buta
Di sepanjang trotoar yang pernah melukis derap kaki kita tanpa sepatu;Â orang-orang menukar cahaya bulan dengan gemerlap lampu, kafe-kafe tak ragu berebut rezeki dengan Simbok bakul jamu, resto-resto bermunculan, bersaing dengan lezatnya masakan ibu
Di sepanjang jalan yang berubah nama menjadi jalan keresahan; kursi-kursi berukir berjejer rapi sedemikian rupa, kanopi-kanopi menggantikan rerindang pohon akasia
"Mampirlah!"Â
Sebuah kursi menyapa ramah seorang tuna wisma
"Untuk apa?'
"Untuk sekadar merasakan duduk di kursi indah."
"Tidak. Aku tak mau. Sebab kursi indah dan gemerlap lampu takkan mampu mengenyangkan perut lapar kami
Sebab segala perombakan yang terjadi, bisa jadi hanyalah sebuah kamuflase dan pencitraan diri."