"Di mana? Jam berapa?" Cecar saya.
"Di teras rumahmu ini. Sekitar jam 12 malam."
"Jam segitu aku sudah tidur, ngeloni anak-anak."
"Itu dia! Si A sempat mikir. Ngapain juga Mbak Lilik malam-malam masih berdiri bersandar pada pintu?"
"Hah?! Bersandar pada pintu?" Saya membelalakkan mata.
"Ini serius," potong kakak saya. "Si A kaget setengah mati begitu sosok mirip kamu itu mendekat lalu mengulurkan tangan."
"Lho, kok malah kaget? Bukannya bocah itu suka godain aku?" Saya berusaha menahan tawa.
"Pasalnya sosok yang mirip kamu itu wajahnya terlihat sangat pucat. Tangannya juga, saat bersentuhan dingin seperti es."
Sampai di sini saya tidak berani tertawa lagi.
***
Kisah Kedua