Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nawangwulan "Purik"

26 Juli 2021   06:29 Diperbarui: 26 Juli 2021   06:40 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istana kahyangan sedikit heboh. Pasalnya, Dewi Nawangwulan, bungsunya para bidadari sedang purik. Sepagian ini ia tidak beranjak dari tempat tidur. Pintu kamarnya pun dikunci rapat-rapat dari dalam.

Ibu Ratu jelas keheranan. Tumben gadis ragil itu tidak mendahului duduk di kursi makan, menyeruput secangkir seduhan madu hangat dan printilan bunga matahari kesukaannya.

"Apa dia sakit?" Ibu Ratu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, lalu mata tua itu beralih menatap satu persatu keenam bidadari muda yang duduk melingkar mengitari meja makan.

"Dinda Nawangwulan sepertinya sedang marah, Ibu." Bidadari sulung menjawab hati-hati, mewakili adik-adiknya.

"Loh, kenapa mesti marah?" Ibu Ratu meletakkan sendok dan garpu di tangannya. Kedua alisnya bertaut tegas.

"Karena kami tidak mengizinkan dia ikut mandi di ...." Bidadari sulung tidak berani melanjutkan kalimatnya. Kakinya yang berselonjor di bawah meja mendadak ada yang menendang.

"Oh, jadi kalian melakukannya lagi, ya? Turun ke bumi dan mandi di Sendang Tarub itu?" Ibu Ratu berdiri dari kursinya. Kedua tangannya mengepal di atas permukaan meja.

"Habiskan sarapan kalian! Setelah itu tidak ada satu pun yang boleh ke luar istana. Apalagi secara sembunyi-sembunyi. Kalian tahu tidak? Bumi sedang tidak aman!"

"Ya, Ibu Ratu. Kami tahu. Bumi sedang dilanda pageblug." Keenam bidadari muda itu menjawab serentak. Ibu Ratu duduk kembali ke kursinya seraya menghela napas panjang.

***
Sementara di dalam kamar yang pintunya masih terkunci rapat, Dewi Nawangwulan mengintip dari lubang kunci. Ia sempat mendengar larangan keras Ibunda Ratu terhadap keenam kakaknya. Hatinya bersorak girang. Baginya Ibu Ratu sudah bertindak sangat adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun