Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Akhir Kisahmu dalam Secangkir Kopi Pahit

23 Juli 2021   07:00 Diperbarui: 24 Juli 2021   05:35 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dipersunting olehmu, perempuan itu mencatat banyak hal tentangmu, tentang kebiasaanmu yang romantis; kau bangun pagi-pagi sekali, lebih awal darinya, lalu menyeduhkan kopi tanpa gula, membuka daun jendela kamar lebar-lebar, dan setelah itu kau membangunkannya dengan menyapu pelupuk matanya menggunakan bibirmu yang hangat.

Perempuan itu juga merekam raut wajahmu yang selalu tersenyum di dalam memori kepalanya lalu menguncinya rapat dengan dua kata; good man!

Lelaki baik akan berjodoh dengan perempuan baik, demikian sebaliknya. Tapi pada kenyataannya, jauh panggang dari api. Banyak lelaki baik atau perempuan baik mendapat pasangan yang tidak semestinya. Meski, tentu saja tidak semuanya begitu.

Seperti perkecualian yang terjadi pada dirimu. Yang ditulis oleh perempuan bermata hujan itu.

Ia --- perempuan itu telah menemukan lelaki baik. Setelah bertahun-tahun hatinya terpenjara dan sulit memaafkan. Seharusnya ia bersyukur. Hujan telah melunasi janjinya, bahwa kelak di suatu senja perempuan itu akan bertemu dengan lelaki sesuai dengan impian dan harapannya.

Tapi sayang sekali. Perempuan itu telah kehilangan perasaan. Ia lebih memilih bersikap skeptis, mudah curiga dan tidak percaya kepada siapa pun.

Dan, suatu pagi perempuan itu ingin mengakhiri semuanya. Ia tidak ingin diperlakukan bak seorang ratu olehmu. Ia ingin bebas dari belenggu kebaikan-kebaikanmu.

Maka dalam tulisannya di bagian akhir, ia mengisahkan, ia sengaja bangun lebih pagi darimu beberapa menit, jalan berjinjit menuju dapur.

Di dapur ia gegas menjerang air, menyeduh kopi tanpa gula. Setelahnya ia kembali ke kamar tidur, membuka daun jendela lebar-lebar, dan berjalan perlahan menujumu.

Ia tampak sangat berhati-hati ketika mencium lembut permukaan keningmu --- satu hal yang baru pertama kali dilakukannya seumur hidup.

"Bangunlah. Sudah kusiapkan secangkir kopi tanpa gula, untukmu." Ia berbisik lirih. Napasnya yang hangat tertangkap oleh pori-pori di sekujur tubuhmu. Membuatmu membuka mata dengan gugup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun