Kembali pada kekagumannya terhadap sosok Hiwal.
Dengan hanya mengunggah kata-kata tajam di media sosial, Panut melihat kehidupan Hiwal berkembang begitu pesat. Ia bahkan sudah memiliki apartemen bergengsi di kawasan elit, mobil bagus dengan sopir pribadi yang siap mengantar jemput ke mana saja ia mau. Juga seorang istri cantik yang setia mendampingi. Sungguh, nikmat betul hidup si Hiwal saat ini.Â
Panut menelan ludah.
Panut pun tergerak untuk segera memulai mengikuti jejak Hiwal. Diawali dari membuat akun baru di medsos pribadinya, lalu mengunggah sederet kalimat puja puji terhadap tokoh elit politik yang membayarnya. Kemudian menyelipkan sepatah dua patah ujaran kebencian terhadap pihak yang dianggap oposisi.
Awalnya Panut merasa risih saat membaca kalimat-kalimat bernada miring yang diunggahnya sendiri. Duh, masa sih harus begini amat demi memenuhi tuntutan perut?
Namun seiring dengan berjalannya waktu, Panut mulai terbiasa. Ia bahkan menikmati manakala mengetahui setiap unggahannya selalu dibanjiri pengunjung. Adu argumen antar pembaca, hujatan pedas yang ditujukan pada dirinya selaku pengunggah, menjadi menu santapannya sehari-hari.
Namun sebagai buzzer pantang baginya membalas komentar-komentar yang berhamburan itu. Tugasnya hanya satu; menulis sesuai pesanan, lalu mendapat bayaran, titik.
Persetan dengan netizen yang mudah terprovokasi!
Dan, ketika orang-orang di dunia maya sibuk beradu mulut tentang kalimat yang sengaja diunggahnya, yang bisa jadi diragukan kebenarannya, apa kira-kira yang sedang dilakukan Panut?
Rupanya lelaki bujang lapuk itu tengah sibuk membersihkan makam Ayah dan Ibunya yang letaknya berdampingan.Â
Di hadapan pusara kedua orangtuanya Panut membisikkan janji. Kelak jika pandemi berakhir ia ingin kembali ke pekerjaannya semula. Yakni berdagang batik keliling.Â