Air mata siapa yang menari lincah di pelataran saat senja baru saja ditenggelamkan oleh laut biru kelam?
Mungkin air mata bocah yang dilahirkan oleh batu; karena ia ditemukan di atas setumpukan batu-batu.Â
Atau air mata seorang ibu yang lupa bagaimana cara menyusui bayinya; karena harga susu tak terjangkau lagi oleh isi dompetnya.
Air mata siapa yang bernyanyi di pagi hari saat matahari baru saja dihempaskan oleh barisan mimpi-mimpi?Â
Barangkali, air mata kita sendiri yang enggan kita akui; karena kita tahu sebanyak apa pun air mata tumpah tak akan mampu menurunkan harga-harga. Kecuali harga diri.
Air mata siapa yang berdenting memainkan lagu kehidupan dengan alun melodi dan irama tak beraturan?
Kadang cepat dalam accelerando. Kadang melambat dalam ritardando. Sesekali mengeras lewat cresendo. Lalu sayup dan senyap dalam kilau.
Sekali lagi, air mata siapa itu? Yang bertepuk tangan menutup lagu sedihmu.
***
Malang, 30 Agustus 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI