Selama puluhan tahun berkecimpung menjadi guru bimbel, hal yang paling sering dikeluhkan para siswa kelas SMP kepada saya adalah: kebingungan saat mendapat tugas mengarang cerpen atau karya fiksi dari guru Bahasa Indonesia mereka di sekolah.
Satu dua anak mengaku kesulitan membuat kalimat pembuka atau opening. Sedang beberapa di antaranya memutuskan langsung menyerah alias membiarkan lembar kertas di hadapannya kosong tanpa ditulisi apa-apa.
Mendengar keluh kesah demikian, tentu saja saya tidak tinggal diam. Saya beri mereka semangat agar terus mencoba dan berlatih. Pantang menyerah. Toh, semua---apa pun itu kalau tahu teknik dan rahasianya, pasti bisa!
Dan, untuk mempermudah memancing kalimat pembuka supaya bermunculan bak laron di musim hujan, saya tak segan memberikan trik sederhana ini.
1. Anti Mainstream
Sebelumnya, saya selalu mengingatkan kepada anak-anak, hindari penggunaan kalimat pembuka dengan kata-kata yang sudah umum atau mainstream.Â
Contoh (1)Â
Pada suatu hari saya pergi ke rumah nenek di desa. Saya merasa takut karena rumah itu terlihat angker.Â
Terlalu biasa bukan? Coba kalau diubah seperti ini:Â
Contoh (2)
Rumah nenek di desa? Jangan ditanya! Ketika saya pergi ke sana, suasana angker langsung terasa, membuat bulu kuduk saya berdiri.
Sekarang mari kita bandingkan dua contoh kalimat pembuka di atas. Mana kira-kira taste-nya yang lebih menarik? Yang kedua, bukan?