Ketika aku menatap bangku kosong di ruang tunggu praktik dokter, aku membayangkan; kamu duduk mematung di sana. Dengan slayer melilit erat di leher. Terbatuk-batuk sedikit. Lalu aku akan tersenyum, menawarkan diri, "Apa ada yang bisa aku bantu?"
Kamu tidak perlu berdiri untuk menyampaikan keluhanmu. Duduk saja dengan tenang di bangkumu. Biar aku saja yang datang menghampiri. Mencatat nama panjangmu di halaman buku tamu paling depan.
Ketika tiba giliranmu masuk ke dalam ruang praktik dokter, jangan cemas. Aku ada bersamamu. Aku tidak saja akan memeriksa suhu tubuhmu, tekanan darahmu, detak jantungmu, tapi juga akan membujuk dokter agar tidak memberimu tindakan injeksi.Â
Sebab aku paham. Hal lain yang kamu takutkan selain kutinggalkan adalah; kamu ngeri melihat jarum suntik.
Kembali ketika menatap bangku kosong di ruang tunggu praktik dokter, mendadak aku teringat padamu. Ah, jangan-jangan ini cuma rindu.
***
Malang, 12 Maret 2020
Lilik Fatimah AzzahraÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H