Jika suatu hari nanti tak kautemukan aku di sisimu, jangan bersedih hati. Tetaplah menulis puisi. Tentang hujan yang menari telanjang di pelataran. Tentang rembulan yang mengaku tak lagi perawan. Juga, tentang debur ombak yang berkali tersesat dan tak ingat jalan menuju pulang.
Jika suatu saat kelak, tak kaudapati tubuh lelahku merebah di hangat nyaman pelukanmu, jangan buru-buru bermuram durja. Buka saja lebar-lebar daun pintu dan jendela. Tersenyumlah! Telah kutitipkan bulir-bulir nektar pada kuntum-kuntum ranum kelopak mawar. Sebagai penawar. Atas anak-anak rindu yang tak mampu lagi kau redakan dan kau tenangkan
Jika di suatu masa yang entah itu kapan dan di mana. Kita tak lagi leluasa duduk berdampingan menikmati senja. Jangan tergesa-gesa memanjakan airmata. Baca saja syair-syair penuh sihir. Yang pernah kaugubah dengan sebegitu mahir. Aku pasti akan hadir. Kembali. Di matamu. Juga di setiap hela napas dan alir darah lelakimu.
***
Malang, 28 Desember 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H