Deborah segera mengetuk pintu yang masih tertutup. Sebentar kemudian seraut wajah menyembul dari balik  pintu.
"Deb!" Inta berseru.
"Boleh saya permisi pergi?" Martin membungkukkan badan. Deborah mengangkat tangan kanannya seraya berucap, "Thank's Martin. Senang bertemu denganmu."
Deborah mengikuti langkah Inta masuk ke dalam kamar. Lalu duduk di atas tempat tidur yang kondisinya masih berantakan.
"Pagi sekali kau datang, Deb. Pasti ini ada hubungannya dengan Laquita," Inta menatap Deborah dengan mata sayu, kelihatan sekali kalau ia masih mengantuk.
"Sudah dua hari aku kehilangan kontak, In. Aku khawatir terjadi sesuatu terhadap adik kesayanganmu itu."
"Kau mau minum teh poci panas, Deb?" Inta mengalihkan pembicaraan. Deborah mengangguk.
"Oh, iya. Apakah kau juga menerima pesan aneh dan foto Laquita dari seseorang?" Deborah menatap Inta tak berkedip.
"Pesan dan foto? Tidak." Inta berbalik badan, menyodorkan secangkir teh lalu duduk di samping sahabat adiknya itu.
"Ada sesuatu yang terjadi, Deb?"
Deborah mengatur napas. Lalu menceritakan perihal pesan aneh dan foto Laquita.