Ia tidak memungkiri. Bahwa dirinya telah jatuh hati pada sosok pemuda berandalan itu.
Arok.
Meski ia tahu, Arok sudah menjalin asmara dengan Ken Umang, putri semata wayang Ki Bango Samparan.
"Akulah yang mengiming-imingi ia, Nyai. Aku telah menjanjikan kedudukan seorang Akuwu, menggantikan Kangmas Tunggul Ametung. Sebab kupikir pemuda itu jauh lebih cocok bersanding denganku ketimbang suamiku yang haus peperangan, yang tampak perkasa dari luar tapi lemah di atas tempat tidur," kata-kata itu terus terngiang di telinga Nyai Gayatri.
 "Dengar Nyai, suatu malam nanti, aku akan membunuh Kangmas Tunggul Ametung," Ken Dedes melanjutkan kalimatnya dengan mata dingin.
"Ndoro..." tubuh Nyai Gayatri mendadak gemetar. Perempuan tua itu merasa ngeri mendengar penuturan Ken Dedes.
"Selanjutnya aku akan mengangkat derajat pemuda bernama Arok itu setinggi-tingginya untuk memimpin Tumapel! Kami akan menjadi pasangan yang melegenda, Nyai," senyum Ken Dedes kian melebar.
"Dengan membunuh, Ndoro? Itu---terdengar sangat mengerikan," peluh mulai berjatuhan membasahi kening keriput Nyai Gayatri.
"Kisah tidak akan menarik tanpa adanya konflik, Nyai," Ken Dedes mendekatkan bibirnya hingga nyaris menyentuh cuping telinga perempuan tua itu. "Aku hanya ingin mengatakan hal yang sebenarnya. TBahwa tidak pernah ada penculikan atas diriku. Akulah yang kabur dari padepokan Ayahanda. Atas kehendakku sendiri. Sebab aku lelah, Nyai. Lelah menjadi putri seorang begawan yang harus selalu tampil baik dan sempurna."
Sebuah pengakuan yang mencengangkan.
Lalu mendadak terdengar tawa melengking. Memecah kesunyian.