Ketika aku mulai lupa. Bagaimana cara menemukanmu kembali yang telah lama pergi terbawa angin. Di suatu malam yang dijatuhi bulir hujan terlalu dingin. Biasanya aku akan melakukan ini; memetik seikat bunga mawar. Lalu kucabuti duri-durinya satu persatu. Kutusukkan duri-duri itu pada ujung-ujung jemariku. Dan darah yang mengucur akan segera memulihkan ingatanku. Bahwa kamu pernah ada, singgah begitu indah di hatiku.
Kadang aku harus melakukan cara lain untuk merawat baik-baik ingatanku. Kala kuntum-kuntum mawar tak lagi tumbuh dengan mekar. Maka aku akan berjalan menuju arah utara. Menyongsong matahari yang mulai bergeser dari garis orbitnya---di setiap awal bulan Desember. Kemudian aku akan membiarkan terik matahari itu melumat habis sekujur tubuhku. Tentu. Terik itu jauh lebih perih dari sengat lebah atau kalajengking. Dan bintik-bintik yang meruam pada kulitku seketika mengingatkan, bahwa kamu memang pernah benar-benar ada. Singgah. Lalu meninggalkan jejak luka dan kenangan.
Jika kemudian aku masih juga didera lupa bagaimana cara untuk menemukanmu kembali. Aku akan gegas mengendarai tepian senja. Beranjak menuju pesisir pantai. Beradu lari dengan debur ombak. Menghalau sekawanan burung gagak. Lalu bertanya pada awan yang tiada henti berarak, "Kamu di mana? Rindu yang kausemai sudah waktunya untuk dituai!"
***
Malang, 02 Desember 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H