------
Bag. 3Â
Bunga Tedjakusuma
Sekarang keadaan berbalik arah. Jika sebelumnya Sri Kantil berusaha menolong pendekar tak bernama yang nyaris kehilangan nyawa itu, kini Sri Kantil-lah yang harus segera diselamatkan.
Tubuh gadis itu masih terkulai tak bergerak di dalam pelukan pendekar gondrong itu. Sementara udara malam Lembah Senduro kian menggigit. Suara kumbang yang beberapa waktu lalu riuh saling bersahutan telah berganti dengan suasana hening dipenuhi aroma misteri.
Sekitaran lereng Lembah Senduro memang terkenal masih wingit. Hewan liar masih betah bersemayam di seantero belantara yang jarang dijamah oleh manusia itu.
Berpasang-pasang mata menyala tampak mengintai dari kejauhan. Sesekali mata-mata berkilau nan liar itu saling berpandangan.
Pendekar gondrong semakin erat mendekap tubuh mungil Sri Kantil. Ia belum tahu mesti berbuat apa. Barulah ketika mata elangnya menangkap wajah Sri Kantil yang kian memutih seperti kapas, pendekar gondrong itu mencoba menggerakkan kedua tangannya yang terasa kaku. Diletakkannya tubuh Sri Kantil pelan-pelan di atas tanah. Lalu ia mulai duduk bersila, mengatur napas untuk menghimpun tenaga dalam.
Suara gemuruh seperti tanah longsor mendadak terdengar. Pemuda itu tetap duduk bersila. Ia sama sekali tidak terpengaruh. Ia tetap memusatkan konsentrasinya hanya pada satu titik.
"Bunga Tedjakusuma..." sebuah suara perlahan membisikinya. Pendekar gondrong itu terhenyak. Sontak ia membuka mata dan dilihatnya secercah cahaya berkedip-kedip di atas sebuah batu yang terletak tidak seberapa jauh dari tempatnya bersila.