Orang-orang berlarian di pematang waktu berebut mengejar mimpi-mimpi. Ada yang bermimpi menjadi konglomerat. Hanya demi melupakan hidup yang dirasa kian sulit dan melarat.Â
Ada pula yang bermimpi menjadi seorang bankir. Meski saat terbangun dirinya hanyalah seorang juru parkir.
Orang -orang kian kencang berlarian mengejar mimpi-mimpi. Tak sedikit yang bermimpi menjadi sosok Tuan Presiden. Agar bisa mengatur rakyat dan negara, leluasa membuat peraturan dan kebijakan. Hingga lupa bahwa mimpi ini sungguh amat berat. Sebab Tuan Presiden bukan sekadar simbol kekuasaan. Ada tugas yang mesti diamanah dan diemban. Yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.Â
Namun para pengejar mimpi tak jua surut mengayunkan langkah. Menjadi wakil rakyat adalah mimpi paling banyak diburu dan didamba. Duduk dengan pongah merasa diri paling berkuasa. Tunjuk sana tunjuk sini mengumbar manis janji-janji. Melegalkan korupsi atas nama reformasi birokrasi sudah menjadi tradisi dari buah mimpi orang-orang tak berhati. Â Â
Para pengejar mimpi masih terus berlari tanpa henti. Ada kalanya mereka bertemu mimpi paling sedih. Mimpi hidup bebas di negeri sendiri, negeri yang merdeka tapi lupa apa arti kata merdeka.Â
Dan tak jarang pula berjumpa mimpi paling jahat. Saat diri menjadi penghianat di atas bumi pertiwi yang seharusnya dijunjung dan disanjung secara bermartabat.
***
Malang, 05 September 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H