Menjadi stepparents atau orangtua sambung (tiri) tidaklah mudah. Bisa jadi tantangannya jauh lebih sulit daripada menjadi orangtua asli atau orangtua kandung.
Mengapa demikian?
Mari kita simak ilustrasi berdasarkan pengalaman seorang perempuan muda yang memutuskan menjadi stepmom.
Ketika dinikahi seorang laki-laki berstatus duda dengan dua anak, awalnya saya merasa ragu dan takut. Ragu apakah saya bisa diterima oleh anak-anak suami saya. Takut karena saat menikah status saya masih perawan. Belum berpengalaman mengurus anak-anak. Apalagi anak-anak tersebut bukan terlahir dari rahim saya sendiri.
Saya sempat berniat ingin mundur. Tapi untunglah suami saya selalu berusaha mendekatkan saya dengan anak-anaknya. Dan memberi kesempatan kepada kami--saya dan anak-anaknya itu untuk saling mengenal pribadi masing-masing lebih jauh.Â
Dengan pendekatan yang intensif akhirnya kami bisa saling memahami dan saling mengerti apa saja kekurangan dan kelebihan kami.
Karena saya sudah memutuskan dan memantapkan niat menikahi lelaki duda yang saya cintai, maka saya berkomitmen, harus belajar banyak. Salah satunya adalah mengesampingkan ego saya.Â
Saya menyadari sepenuhnya, mereka--suami saya dan anak-anaknya adalah satu kesatuan. Satu paket yang tidak bisa terpisahkan. Ibarat sebatang pohon dan dedaunannya. Jika saya menginginkan pohon itu tumbuh subur di taman hati saya, maka mustahil jika saya hanya mengambil batangnya saja tanpa mengindahkan dan mengikutsertakan daun-daunnya sekalian.
-----
Dari ilustrasi tersebut bisa diambil kesimpulan, bahwa pada intinya menjadi orangtua sambung butuh kebijakan dan kebesaran jiwa. Selain cinta yang tulus dan juga kesiapan mental. Dan orang-orang seperti ini sungguh sangat istimewa karena boleh dibilang hanya sedikit yang mampu menjalaninya.