Aku berdiri di antara dua cermin. Satu memproyeksikan masa depan. Satu lagi merefleksi masa silam.
Pada cermin yang berhadapan muka, masa depan terbias begitu indah. Ada banyak harapan dan cinta. Yang menunggu untuk diraih dan diperjuangkan.
Pada cermin yang berdiri bersinggungan. Jejak-jejak kenangan masih saja terus membayang. Menjadi semacam peringatan. Bahwa masa silam tak selamanya mesti disesali apalagi harus dibunuh mati.
Aku masih berdiri di antara dua cermin. Yang menjadi pemandu jalan hidupku. Terus melangkah maju sebagai pemenang. Ataukah meragu saja di situ. Merupa batu.
***
Malang, 18 Juni 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H