Tubuh indah tak tertutupi sehelai benang itu meringkuk di padang pasir luas tak bertepi. Tak ada kata terucap kecuali kepasrahan. Ya, pasrah atas takdir yang mesti dijalaninya.
Sesungguhnya sebagai perempuan ia ingin menangis. Tapi untuk apa? Untuk sebuah penyesalan? Ia tahu, menangis tidak akan mampu mengubah keadaan. Lalu dikuatkan hati untuk berdiri. Ia harus bangkit dan berani memulai!
Lalu bibirnya yang kering dan pucat berucap lirih, "Kekasihku. Kupastikan bersama doa-doaku kita pasti akan dipertemukan."
***
Beberapa pekan sudah mereka terpisahkan. Bagi Adam, tak ada yang perlu ditakutkan karena ia tercipta sebagai seorang laki-laki. Tapi bagaimana dengan Hawa?
Lebih seringnya Hawa memilih bersembunyi di balik rerimbun dedaunan. Kadang diraihnya sejumput rumput untuk menutupi bagian tubuhnya yang selama ini tak pernah ditunjukkan kepada siapa pun kecuali terhadap suaminya.
Ya, Hawa kerap tersipu malu ketika memergoki matahari diam-diam tersenyum mencuri pandang ke arah dirinya. Atau bintang-bintang di langit berbisik-bisik membicarakan kemolekan tubuhnya saat cahaya rembulan tanpa sengaja menyasar mengenainya dan membentuk siluet yang indah.
Jika sudah demikian, Hawa tak henti menyebut nama Adam. Berharap mereka segera bertemu agar ia bisa leluasa menumpahkan segala malu dan juga---rindu.
***
Kekuatan hati memang selalu diyakini memiliki daya magnet tersendiri. Pada hari ke-40 sejak mereka terpisahkan, Allah berkenan mengabulkan doa keduanya. Di Jabbal Rahmah mereka akhirnya dipertemukan.
Tahukan apa yang pertama kali dilakukan Hawa di dekat kaki suaminya saat mereka melepas rindu?Â