Â
Sengaja agak terlambat saya menuliskan artikel ini. Bukan apa-apa, saya ini orangnya baperan. Manakala mendengar kabar Ibu Ani Yudhoyono berpulang--sekitar seminggu yang lalu, saya banyak terdiam dan merenung.
Sebelumnya saya sempat mengikuti perkembangan kesehatan beliau yang dirawat di Rumah Sakit Singapura. Saya juga ikut mendoakan, semoga Allah mengangkat penyakit Ibu Negara ini dan memberikan kesembuhan seperti sediakala.
Sampai akhirnya saya dikejutkan oleh berita duka itu. Kemudian saya teringat pada sebuah talk show di salah satu stasiun televisi swasta yang pernah menayangkan kehadiran Bapak SBY dan Ibu Ani dalam rangka ulang tahun pernikahan beliau berdua yang ke-40.
Hal yang menarik dari acara tersebut adalah, dikuliknya kembali tentang awal bersatunya cinta antara Bapak SBY dan Ibu Ani. Apa saja yang membuat Ibu Ani jatuh cinta lalu memantapkan diri menjatuhkan pilihan hati kepada Bapak SBY yang kala itu masih berstatus sebagai seorang Taruna Akabri.
Flamboyan. Barangkali puisi indah itulah yang ikut andil mencuri hati Ibu Ani. Saya pun ikut terkesima dan terhanyut ketika menyimak lirik-lirik indah yang digubah oleh seorang pria yang pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Flamboyan
Kembang Merah di ujung kota
Menunggu sapa angin utara
Atau langkah kuda penarik kereta
Pembawa berita
dan simponi cinta
Flamboyan, kaulah yang dirindukan
sang pengembara
yang menapaki harinya tanpa huru-hara
hingga puncak almamater para ksatria
Jika bungamu jatuh berguguran
dalam semerbak wangi sinar pesona
kau ucapkan selamat datang
pada pengembara berpedati tua
yang tak henti berucap bahagia
karena perjalanan panjangnya tidak sia-sia
berakhir di batas kota