Ya. Aku ingin tinggal dan menetap di kedua biji matamu. Agar saat kau terbangun, yang pertama kali kaulihat adalah aku. Lalu kau akan tersenyum. Mengucap salam; selamat pagi, sayang. Atau; selamat malam, cinta. Dan aku akan tersipu malu. Sembari membetulkan letak dasterku yang tersingkap.
Tapi apa mungkin aku bisa tinggal di sana? Di kedua biji matamu. Sedang beberapa minggu belakangan kulihat kedua biji matamu itu keruh. Sepertinya kau sedang malas membersihkannya. Hingga banyak sarang semut dan laba-laba bersemayam mengotori langit-langit serta dinding-dinding sekitarnya.
Mungkin aku harus memanggilkanmu seorang cenayang. Yang piawai mengusir jenis hewan arthropoda pengganggu. Oh, kau tak perlu khawatir tentang ongkos yang mesti dibayarkan. Aku masih memiliki sedikit tabungan. Dari upahku menulis sebagai cerpenis di sebuah majalah berbau mistis.
Hari ini aku berhasil membawa cenayang itu pergi menemuimu. Kau sedang tidur-tiduran di beranda ketika kami tiba. Sumpah! Kau terlihat tampan sekali dengan mata terpejam begitu. Membuatku berdiri diam, lama termangu hanya demi tuk memandangimu.
Perlahan-lahan cenayang itu mendekatimu. Menyentuh lembut kedua pupil matamu. Seketika kau terbangun. Dan, Sim Salabim! Abrakdabra! Kedua biji matamu berkejap-kejap indah.
Aku ingin sekali tinggal dan menetap di kedua biji matamu. Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Sebab cenayang cantik itu sudah mendahuluiku. Melompat lincah, masuk ke dalamnya. Sembari mengucapkan salam; apa kabar kekasihku, sayang?
***
Malang, 01 Mei 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H