Aku nyaris menjelajahi seantero hatimu. Menyelami sepanjang lika liku ceruk meruknya. Mengeja detak demi detak di setiap alur desah nafasnya.
Namun pemahamanku seakan timbul tenggelam. Karena hatimu ternyata begitu sulit untuk ditaklukkan.Â
Aku hampir saja berserah pada kalah. Mengubur harap dan asa sedalam-dalamnya. Ke dalam perigi tua. Selanjutnya, aku ingin melarung hatiku ke tengah samudera luas nan biru. Demi meredakan ragu dan aroma rindu yang terlanjur mengelabu.
Sungguh. Bersamamu aku tidak saja harus memiliki kesabaran lebih. Namun juga ketabahan yang tiada mengenal letih.
Mungkinkah hatimu sebenarnya terbuat dari gumpalan awan? Yang dari jauh tampak begitu lembut menawan. Namun saat tersentuh tangan, ia hanyalah salju endapan. Yang beku. Dingin lagi gagu.
Tidakkah engkau ingin merenung barang sejenak? Menyingkirkan ego yang sekian lama beronak menguasai relung benak. Atau, setidaknya hatimu tergerak. Memberi satu kesempatan. Padaku. Perempuanmu. Untuk kembali mempersembahkan cinta. Yang hingga kini masih tersimpan utuh di dalam dada.
***
Malang, 12 April 2019
Lilik Fatimah Azzahra
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H