Kata-kata kasar dan memerahkan telinga itu kudengar dari mulut nyinyir Nikita. Sepupu jauh Reno.
Sungguh, kalau bukan karena sangat mencintai dan menjaga nama baik calon suamiku itu, mungkin sudah kuremas habis mulut perempuan lancang yang berdiri dengan angkuh di hadapanku itu.
Tapi tidak. Aku tidak akan melakukannya. Karena aku tidak mau berurusan dengan orang-orang yang menaruh dengki terhadap hubungan cinta kami.
"Jaga bicaramu, Niki. Jangan samakan Rani dengan dirimu yang selalu kalap setiap melihat materi dan harta melimpah ruah," suara Reno yang lembut saat membelaku, sungguh membuat perasaanku yang semula kacau balau berubah menjadi tenang.
***
Fitting baju pengantin sudah rampung. Tinggal menunggu hitungan hari. Jika semua berjalan lancar, tak sampai satu minggu ini aku sudah akan menjadi Nyonya Reno Darmawan.
Ya. Aku akan tinggal di rumah besar dan bagus. Menikmati segala fasilitas mewah yang ada. Ini benar-benar membuatku seperti tengah berada dalam dunia mimpi. Aku seperti putri dalam dongeng yang tiba-tiba bertemu seorang pangeran dan diboyong ke istananya untuk dijadikan permaisuri.
Tapi apakah mimpi indah itu akan benar-benar terwujud? Apakah semua rencana yang sudah kami rancang akan berjalan dengan mulus?
Pikiran cemas dan was-was itu sempat terbersit di dalam benakku. Hingga aku tak menyadari mobil yang membawaku berbelok ke arah yang tidak seharusnya.
"Ron! Kau mengambil arah yang salah!" aku mengingatkan Ron, sopir pribadi yang diberi mandat oleh calon suamiku untuk mengantar dan menjemputku. Tapi sepertinya Ron tidak mendengarku.
"Ron! Ini bukan jalan menuju rumah calon mertuaku, bukan?" sekali lagi aku menegur Ron. Dan entah mengapa, aku mendadak merasa curiga. Jangan-jangan Ron sengaja tidak mendengarku.