Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kultivator Rindu

24 Februari 2019   20:30 Diperbarui: 24 Februari 2019   20:57 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:mymodernmet.com/christian.hopkins-photography

Aku melihatnya begitu bersahaja. Saat menimba tetes-tetes cahaya dari sendang cinta. Kala purnama baru saja purna melepas dahaga birahinya.

Dan aku menyebut ia; lelaki kultivator rindu.

Ia mendatangi tanah-tanah gersang tak bertuan. Menyiraminya dengan tirta amerta; air suci warisan Garudeya. Ia gemburkan lahan-lahan yang ditinggal pergi oleh penghuninya; dengan cara tak biasa. Prasawiya.

Mula-mula; ia kucurkan air suci dari bibir kendi-kendi. Lalu ia semai. Bibit-bibit rindu pilihan yang sekian lama ia bekukan.

Ia mulai berjalan mundur. Menandur.

Rindu-rindu tumbuh subur di setiap petak gulir waktu. Hingga matahari lancang bertanya. Berapa hektar tanah telah ia habiskan, hanya demi untuk menanam rindu yang tiada berkesudahan.

Dengan senyuman ia membuka gerai lahan di hatinya. Ia tunjukkan apa-apa yang ada di dalamnya. 

Matahari pun terkesima. 

Kiranya, rindu-rindu yang lelaki  itu punya telah membentuk hutan belantara.

***

Malang, 24 Februari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun