Di atas meja perjamuan senja, rindu yang kupunya meruam jingga. Ditingkahi tarian sepi. Ditemani secangkir kopi.Â
Rinduku kali ini. Amatlah istimewa. Karena disuguhkan sedemikian rupa. Oleh matahari yang cahayanya tinggal sekedipan saja.
Rinduku masih menunggu. Direngkuh entah kapan oleh hadirmu.Â
Begitu.
Sementara. Bagaimana dengan rindu yang kaupunya? Apakah ia baik-baik saja? Semoga. Sebab dalam seni hukum alam, semasing rindu diciptakan berpasang-pasangan. Dan rindu-rindu itu akan, berusaha saling menemukan.
Jika demikian. Sebelum senja benar-benar beranjak pergi. Izinkan aku menyampaikan ini.Â
Di sini ada rindu seorang perempuan. Yang terbentuk dari serpih-serpih penantian. Warnanya biru. Ia gagu.Â
Kau tak percaya? Coba saja lontarkan tanya. Rindukah kau padaku, Puan? Pasti akan kujawab dengan seribu satu diam.
Ah. begitulah perempuan.
***
Malang, 21 Februari 2019